Jakarta, MercuryFM – Center for Economic Development Studies (CEDS) Universitas Padjadjaran mengumumkan hasil survei Indeks Persaingan Usaha (IPU) 2024 yang menjadi salah satu tolok ukur kinerja persaingan usaha di Indonesia. Dalam laporan yang dirilis secara daring, survei ini mencakup 34 provinsi dengan penilaian terhadap 15 sektor ekonomi. Hasilnya menunjukkan peningkatan tipis dalam nilai IPU nasional, namun sektor energi, pertambangan, dan konstruksi masih berada di peringkat terendah.
Ketua Tim Survei Indeks Persaingan Usaha CEDS, Prof. Maman Setiawan, menyampaikan bahwa nilai IPU nasional meningkat dari 4,91 pada 2023 menjadi 4,95 pada 2024. “Peningkatan sebesar 0,04 poin ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan usaha di Indonesia masih berada pada kategori menuju tinggi, namun lajunya relatif stagnan,” ujar Prof. Maman.
Hasil survei mengungkapkan bahwa sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, perdagangan besar dan eceran, serta jasa keuangan dan asuransi menjadi sektor dengan IPU tertinggi. Sebaliknya, sektor energi, pertambangan, air dan pengelolaan sampah, serta konstruksi konsisten menjadi sektor dengan tingkat persaingan usaha terendah.
Di tingkat provinsi, DKI Jakarta mencatatkan IPU tertinggi, sementara Aceh dan Papua Barat berada di posisi terendah. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan persaingan usaha yang signifikan di antara provinsi-provinsi di Indonesia.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menegaskan bahwa sektor-sektor dengan IPU rendah membutuhkan perhatian serius. “Kami akan meningkatkan monitoring, advokasi, dan jika diperlukan, penegakan hukum untuk sektor-sektor seperti energi dan pengelolaan limbah. Fokus kami adalah memastikan peningkatan persaingan usaha di sektor-sektor strategis ini,” ujar Ifan, sapaan akrab Ketua KPPU.
Ifan juga menyoroti adanya hambatan struktural seperti potensi kartel dan intervensi kebijakan pemerintah yang terlalu dominan. “Kondisi ini dapat menghambat masuknya pemain baru dan merugikan konsumen. Kami akan terus mengawasi dan memberikan rekomendasi yang relevan kepada pemerintah,” tegasnya.
Survei juga mencatat penurunan indikator riset dan pengembangan serta produktivitas pada 2024 dibandingkan dengan 2023. Prof. Maman menjelaskan bahwa inovasi yang rendah dapat menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% dan visi Indonesia Emas 2045. Berdasarkan kajian sebelumnya, untuk mencapai target tersebut, IPU Indonesia perlu mencapai nilai 6,33 poin. “Artinya, dibutuhkan peningkatan sebesar 28% dari kondisi saat ini,” tambahnya.
Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha, mengungkapkan bahwa meskipun target IPU nasional dalam RPJMN sebesar 5,0 belum tercapai, indikator kelembagaan KPPU justru menunjukkan kinerja positif dengan peningkatan nilai dari 5,03 menjadi 5,18. “Ini menandakan peran aktif KPPU dalam menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat,” jelas Eugenia.
Dalam diskusi hasil survei, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Bappenas, P.N. Laksmi Kusumawati, menekankan pentingnya inovasi teknologi digital yang merata untuk meningkatkan produktivitas usaha kecil. Sementara itu, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik BPS, Muchammad Romzi, menyebutkan bahwa IPU sebagai indikator cukup valid karena selaras dengan data makroekonomi seperti PDB.
Romzi juga mengusulkan agar survei IPU ke depan mencakup provinsi-provinsi baru yang ditetapkan pemerintah, sehingga hasilnya dapat merepresentasikan kondisi persaingan usaha nasional secara lebih menyeluruh.
Survei IPU menggunakan konsep Struktur, Perilaku, dan Kinerja (SCP) industri dengan mempertimbangkan faktor regulasi, kelembagaan, serta dimensi penawaran dan permintaan. Responden survei berasal dari berbagai institusi, termasuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin), akademisi, Bank Indonesia, serta dinas terkait di tingkat provinsi. Penilaian dilakukan melalui wawancara mendalam menggunakan skala semantik 1 hingga 7.
Dengan hasil survei ini, KPPU diharapkan mampu memanfaatkan data sebagai dasar pengambilan kebijakan strategis untuk mendorong persaingan usaha yang sehat, menciptakan iklim bisnis yang kompetitif, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.(dan)