Surabaya, MercuryFM – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surabaya mengusulkan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya sebesar 2,3% untuk tahun 2025. Usulan ini disampaikan dalam rapat Dewan Pengupahan Kota Surabaya pada Senin (9/12/2024), dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang saat ini tengah menghadapi perlambatan dan ketidakpastian.
Koordinator Anggota Dewan Pengupahan Unsur Apindo Surabaya, Fahmirza, menjelaskan bahwa angka tersebut didasarkan pada pertimbangan kondisi ekonomi yang menantang, terutama bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta industri padat karya.
“Kondisi ekonomi global sedang mengalami perlambatan dan ketidakpastian, yang secara langsung berdampak pada sektor usaha. Kenaikan UMK yang terlalu tinggi dapat meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global,” ungkap Fahmirza ditemui di kantor Apindo, Rabu (11/12/2024)
Ia juga menambahkan bahwa dampak buruk lainnya adalah potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hambatan pada pertumbuhan lapangan kerja baru. Oleh karena itu, menurutnya, kenaikan sebesar 2,3% sudah cukup ideal untuk memberikan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha.
Lebih lanjut, Apindo juga mempertimbangkan kemampuan finansial perusahaan dalam menanggung kenaikan upah. Menurut Fahmirza, tidak semua perusahaan, khususnya UMKM, mampu menanggung beban kenaikan upah yang signifikan.
“Jika kenaikan UMK terlalu tinggi, perusahaan dapat melakukan efisiensi, seperti mengurangi jumlah pekerja atau bahkan mengurangi investasi. Ini justru akan memperburuk kondisi ekonomi kita,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah kota dan provinsi dapat mempertimbangkan secara matang usulan ini demi menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan keberlangsungan usaha.
Namun, usulan Apindo ini berbeda jauh dengan aspirasi yang diajukan serikat pekerja. Perwakilan serikat pekerja mengusulkan kenaikan UMK sebesar 6,5%. Selisih pandangan ini menciptakan dinamika tersendiri dalam proses penetapan UMK 2025.
“Kami memahami bahwa kenaikan UMK penting untuk mendukung kesejahteraan pekerja. Namun, kami juga harus realistis. Kenaikan sebesar 2,3% sudah cukup sesuai dengan kemampuan rata-rata perusahaan, khususnya di sektor UMKM,” kata Fahmirza.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang bijak dalam menetapkan UMK, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap dunia usaha dan ekonomi daerah.
Dalam proses penetapan UMK, Apindo menegaskan pentingnya keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha. “Kesejahteraan pekerja tentu menjadi perhatian utama, tetapi jika upah terlalu tinggi, maka keberlanjutan usaha bisa terganggu,” tambah Fahmirza.
Ia juga mengingatkan bahwa sektor usaha, terutama UMKM, merupakan salah satu tulang punggung perekonomian lokal. Oleh karena itu, menjaga stabilitas usaha akan berdampak langsung pada kestabilan ekonomi Surabaya secara keseluruhan.
Usulan Apindo dan serikat pekerja akan dibawa ke tingkat provinsi untuk dibahas lebih lanjut. Proses ini akan melibatkan Dewan Pengupahan Provinsi, sebelum akhirnya keputusan final diambil oleh Gubernur Jawa Timur.
“Kami berharap pemerintah dapat melihat situasi secara objektif dan mempertimbangkan semua aspek, baik dari sisi pekerja maupun pengusaha. Kami yakin bahwa kenaikan 2,3% adalah solusi terbaik dalam kondisi ekonomi seperti saat ini,” tutup Fahmirza.
Proses penetapan UMK tahun 2025 menjadi ujian bagi semua pihak untuk bersama-sama menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan usaha. Keputusan ini nantinya diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi semua pemangku kepentingan di Surabaya.(dan)