Pengamat politik nilai gabungnya Demokrat ke Prabowo tepat untuk elektoral Demokrat

Surabaya, MercuryFM – Langkah Partai Demokrat bergabung ke kubu Koalisi Indonesia Maju merupakan keputusan yang  tepat untuk membuat langkah baru menghapus stigma yang kurang menguntungkan.

Hal ini dikatakan pengamat politik peneliti senior Surabaya Survey Centre (SSC) Iksan Rosidi menyikapi bergabungnya Partai berlambang mercy ini ke kubu Prabowo Subianto dalam pilpres 2024 mendatang, Sabtu(23/09/23)

Menurut Iksan, pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) , dan disusul deklarasi mendukung Prabowo oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tentu telah melalui perhitungan dan pertimbangan matang serta komunikasi intensif dengan partai-partai lain yang lebih dulu bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.

Kata Iksan, banyak hal yang menarik dengan menyatunya Partai Demokrat dalam koalisi mendukung Parbowo. Dan ini juga akan membawa benefit elektoral bagi Partai Demokrat.

“Pertama, bagi Demokrat, keputusan untuk segera bergabung dengan KIM ini merupakan keputusan politik yang cermat agar di mata publik partai ini tidak terlalu lama tersandera pada narasi kekecewaan penghianatan keputusan Nasdem menggandeng Cak Imin,” ujarnya.

“Langkah ini juga akan menjawab tuduhan Partai Demokrat terlalu cengeng. Yang ini juga kurang baik secara elektoral bagi partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” lanjutnya.

Tidak sekedar lepas dari kondisi kurang berpihak saat ditinggal oleh Anies, Keputusan bergabung dengan KIM kata Iksan, juga merupakan keputusan yang paling logis dan memungkinkan, mengingat secara politik antara Partai Demokrat dengan Prabowo Subianto sejauh ini relatif tidak ada hambatan komunikasi politik yang signifikan, dibanding komunikasi dengan Megawati.

“Saya melihat dibandingkan komunikasi politik dengan Prabowo, komunikasi SBY dengan Megawati dianggap masih beku. Dan sejauh ini belum ada handicap politik  menonjol yang mengganggu relasi politik antara Demokrat atau antara SBY dengan Prabowo Subianto,” jelasnya.

“Bahkan Partai Demokrat adalah bagian dari perjalanan sejarah politik Prabowo saat menjadi Capres pada Pemilu 2019 yang lalu, dimana Partai Demokrat adalah juga menjadi salah satu partai pendukung Capres Prabowo Subianto,” lanjutnya lagi.

Selan itu keuntungan lain Partai Demokrat bergabung dengan kubu Prabowo, kata Iksan, tetap terjaganya potensi dan kemungkinan untuk menjadi bagian dari kekuasaan pada pemerintahan baru setelah Pemilu 2024 nanti.

“Karena secara survey besarnya potensi elektabilitas Prabowo untuk memenangkan kontestasi Pilpres mendatang yang ditopang pula dengan kekuatan politik dari partai-partai pendukung yang tergabung dalam KIM saat ini. Ini juga membuka kemungkinan bagi Demokrat akan mendapatkan insentif elektoral atau coat-tail effect dari Capres Prabowo Subianto, disamping dari AHY yang elektabilitasnya juga relatif tinggi,” urainya.

Dengan kondisi semacam itu jelas Iksan, sangat mungkin suara Demokrat akan meningkat pada Pemilu mendatang, sebab dalam banyak survei menyebutkan bahwa coat-tail effect calon presiden dan calon wakil presiden signifikan mempengaruhi perilaku pemilih untuk cenderung juga memilih partai pengusung capres/cawapres yang dia pilih.

Bahkan ini juga jelas Iskan juga akan memiliki hubungan saling menguntungkan bagi Demokrat dan Khofifah di Jatim. Mengingat peluang Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi bakal Cawapres Prabowo Subianto berpotensi menguat seiring kehadiran Demokrat di KIM.

“Selama ini Khofifah secara politik dikenal memiliki hubungan khusus dengan SBY dan JK, yang merupakan tokoh-tokoh yang dominan mewarnai karir politik Khofifah. Dari mulai menjadi bagian dari kabinet pemerintahan SBY hingga kali terakhir saat Khofifah maju pada Pilgub jatim 2018 Khofifah juga diusung oleh Partai Demokrat dan Golkar. Dan saat ini dua tokoh ini berada di tubuh KIM,” ulasnya.

Meski dinilai cermat dengan keputusan Demokrat mendukung Prabowo dalam pilpres 2024, Iksan juga mengingatkan akan adanya ongkos politik yang harus dibayar Demokrat.

“Persepsi publik bahwa KIM adalah koalisi yang mengusung narasi keberlanjutan atas kepemimpinan Presiden Jokowi, sementara Demokrat cenderung mengusung narasi perubahan, maka Demokrat tentu harus menyesuaikan narasi politik yang dibangun selama ini. Demokrat harus lebih fleksibel dalam mengemas narasi perubahan ini bahkan mungkin harus merubah kemasan menjadi narasi keberlanjutan, sebagai konsekuensinya,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Iksan tentu peluang bagi AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, untuk tetap running sebagai salah satu Cawapres dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang juga akan makin tipis.

“Tidak bisa dipungkiri di tubuh KIM saat ini telah ada nama-nama kuat lain juga santer disebut akan mendapingi Prabowo Subianto, sperti Erick Thohir, Khofifah, Airlangga Hartarto dan Ridwan Kamil. Sehingga peluang AHY sebagai bakal cawapres meskipun tetap ada, namun cenderung mengecil,” kata Iksan.

Bagi Prabowo sendiri dengan koalisi yang gemuk ini, tentu akan berimbas pula pada potensi pendulangan suara yang lebih besar. Namun di sisi lain banyaknya anggota parpol yang bergabung dengan koalisi ini justru akan mendatangkan masalah yang tidak kalah rumit yakni semakin banyak kepentingan politik yang harus diakomodasi oleh Prabowo,

“Ini akan membuat proses konsolidasi, koordinasi dan proses penyesuaian diantara parpol anggota dan diantara tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya juga menjadi tidak sederhana. Sehingga kalau Prabowo Subianto tidak mengelolanya dengan baik bukan tidak mungkin potensi ini menjadi bumerang bagi upaya pemenangan Prabowo Subianto,” pungkasnya.(ari)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement

ADVERTISEMENT

Visual Radio