Surabaya,MercuryFM – Setelah muncul kasus dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap PPK, kinerja KPU Kota Surabaya kembali diduga bermasalah.
DPC Poros Sahabat Nusantara (POSNu) Kota Surabaya mempertanyakan kinerja KPU Kota Surabaya dalam proses pelaksanaan Pemilu 2024. Terutama pasca penetapan Daftar Calon Pemilih Sementara (DCS) anggota DPRD Kota Surabaya pada Sabtu (19/08/2023).
M Nauval Farros peneliti Bidang Demokrasi dan Kepemiluan, DPC POSNu Kota Surabaya menemukan nama pejabat publik yang masih aktif di posisinya yang maju menjadi calon legislatif. Dan tercatat dalam DCS.
“Sejak keluarnya pengumuman KPU Kota Surabaya Nomor 2785/PL.01.4-Pu/3578/2023 Tentang DCS Anggota DPRD Kota Surabaya dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, terdapat nama pejabat publik yang masih aktif masuk kedalam daftar nama DCS Anggota DPRD Kota Surabaya,” ujarnya pada Jumat (25/08/2023).
Farros mengungkapkan pejabat publik itu adalah H. Mohammad Faridz Afif, S.IP., M.AP. anggota Badan Pengawas (Bawas) PD Rumah Potong Hewan (RPH) Surabaya, periode 02 Agustus 2022 sampai dengan 02 Agustus 2025. Sesuai Surat Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/378/436.1.2/2022.
“Bagaimana KPU menyikapi regulasi pejabat publik yang nyaleg? Uu No 7 Tahun 2017 pasal 240 menyaratkan mundur dari jabatannya,” tegasnya.
Farros kembali mengatakan, dalam prosesi Persyaratan Administrasi Bakal Calon Pasal 11 ayat 1 PKPU menjelaskan, untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara atau lainnya yang anggaran dana bersumber dari keuangan Negara.
“Meskipun Caleg tersebut telah mengundurkan diri, sesuai Pasal 44 ayat 2, surat pengunduran diri yang diterbitkan oleh pejabat berwenang dilampirkan saat pengajuan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (caleg),” jelasnya.
Lebih lanjut Farros menjelaskan, ketentuan mundur dari jabatan publik, merupakan bagian dari menjaga netralitas dalam pemilu. Netralitas pemerintah sebagai pembuat dan eksekusi kebijakan menjadi titik yang ideal ketika dihadapkan pada suatu kondisi.
“Negara memiliki fungsi untuk mengekspresikan kehendak rakyat dan menjalankan kehendak itu. Fungsi pertama yaitu politik, sementara esensi yang kedua adalah administrasi,” terangnya.
Menurut Farros seharusnya KPU Kota Surabaya tahu betul adanya peraturan tersebut. Kemudian menerapkannya. Kalau tidak maka patut dipertanyakan. (lam)