Gresik, MercuryFM – Kebutuhan garam farmasi di Indonesia mengalami peningkatan signifikan seiring dengan berkembangnya industri farmasi. Garam farmasi merupakan bahan baku esensial dalam pembuatan obat-obatan, baik sebagai API (Active Pharmaceutical Ingredient) maupun eksipien seperti pengikat dan pengemulsi dalam produk tablet, kapsul, dan injeksi.
Namun, meskipun kebutuhan tinggi, pasokan garam farmasi dalam negeri masih terbatas. Hal ini semakin dipengaruhi oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 yang melarang impor garam konsumsi, yang akan berlaku penuh pada 2025. Perpres tersebut mengatur penghentian impor garam konsumsi pada 2025, sementara impor garam industri, termasuk garam farmasi, baru akan dihentikan pada 2027.
Untuk memastikan ketersediaan pasokan garam farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong percepatan produksi garam lokal yang memenuhi standar. Kepala BPOM, dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D, mengunjungi PT UniChem Candi Indonesia di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik pada Selasa (4/2/2025). Kunjungan ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan perusahaan dalam memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yang merupakan langkah penting untuk mendukung keberlanjutan pasokan garam farmasi.
“Langkah ini adalah bagian dari upaya kami untuk mendukung implementasi Perpres Nomor 126 Tahun 2022 yang melarang impor garam konsumsi di Indonesia. Kami ingin memastikan produksi garam farmasi lokal dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri,” ujar dr. Taruna.
Berdasarkan Perpres tersebut, penghentian impor garam konsumsi pada 2025 menjadi perhatian utama. Sementara itu, BPOM berupaya memastikan industri garam farmasi lokal dapat memenuhi kebutuhan yang diperkirakan mencapai 15.000 ton per tahun, jauh lebih tinggi dari kapasitas produksi yang ada saat ini. Mengingat pasokan garam farmasi yang sangat terbatas, BPOM mempercepat proses sertifikasi CPOB untuk empat perusahaan garam farmasi yang telah mengajukan permohonan.
“Pada saat ini, dua perusahaan sudah mendapatkan sertifikat CPOB dengan kapasitas produksi 2.640 ton. Meskipun kebutuhan garam farmasi sekitar 7.700 ton, kami berharap agar kapasitas produksi dapat meningkat dua kali lipat untuk mengantisipasi kelangkaan di masa depan,” jelas dr. Taruna.
Dalam kunjungan ke PT UniChem Candi Indonesia, dr. Taruna mendapatkan informasi terkait kapasitas produksi perusahaan yang dapat mencapai hingga 12.000 ton per tahun. Dengan dua perusahaan yang telah memperoleh sertifikat CPOB dan PT UniChem, kebutuhan garam farmasi nasional sudah dapat teratasi. Sementara itu, satu perusahaan lagi masih dalam tahap verifikasi dan diharapkan dapat memenuhi sisa kekurangan pasokan.
“Proses sertifikasi di PT UniChem hampir selesai, tinggal beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. BPOM siap mempercepat proses ini agar stok garam farmasi dapat terjamin,” ungkap dr. Taruna.
BPOM berkomitmen untuk terus memantau industri garam farmasi agar tidak terjadi kelangkaan yang mengganggu ketersediaan obat-obatan esensial. Selain itu, dr. Taruna juga menekankan pentingnya garam sebagai komoditas vital, di mana Indonesia tidak hanya bergantung pada kebutuhan domestik, tetapi juga berpotensi menjadi pemain utama dalam pasar ekspor dengan nilai mencapai Rp 500 triliun.
“Kami bergerak cepat untuk memastikan garam farmasi tidak hilang dari pasar dan dapat mencukupi kebutuhan vital bagi masyarakat,” tutup dr. Taruna.(dan)