Surabaya, MercuryFM- Pelaksanaan Pilkada serentak yang telah disepakati akan dilakukan kedepan setelah pelaksaaan pertama pada 27 Nopember 2024 kemarin, membuat keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu dilakukan evaluasi.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan evaluasi keberadaan KPU dan Bawaslu untuk lima tahun kerja perlu dilakukan. Pasalnya setelah Pilkada serentak 2024 digelar kemarin, mereka tidak ada kegiatan lagi dam baru melakukan kegiatan pilkada serentak 2029.
“Setelah masa Pemilu dan Pilkada 2024 selesai, kedua lembaga tersebut tidaka ada kegiatan lagi. Karenanya bagi saya menjadi penting bagaimana mereorganisasi dan meletakkan posisi KPU dan Bawaslu dalam konteks setelah pemilu dan pilkada itu selesai,” ujar Adi saat ditemui di Hotel Grand Mercure Surabaya, usai menjadi pembicara diacara Seminar peringatan HUT ke- 52 PDI Perjuangan (PDIP) Sabtu (11/01/25) kemarin.
Adi menilai pembahasan mengenai reorganisasi ini harus dilakukan secepatnya. Apalagi, kata dia, pada tahun 2025 ini akan dilaksanakan Program Legislasi Nasional (Progelmas).
“Tahun 2025 ini ada Prolegnas terkait Undang-undang Pemilu. Persoalan KPU dan Bawaslu bisa dimasukkan untuk dibahas,” sebutnya.
Ini kata Adi sangat penting agar posisi kedua lembaga ini jelas kemana arahnya setelah Pilkada serentak 2024 kemarin.
“Kalau dulu KPU dan Bawaslu setiap tahun ada pekerjaannya, karena kan pilkada kita tidak serentak. Dan di tahun 2024 kita menganut rezim keserentakan dalam pemilu. Lha setelah serentak dilakukan kemarin, lalu apa yang akan dikerjakan sampai Pilkada serentak 2029 nanti,” jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, pengamat asli Sumenep Madura ini mengusulkan agar KPU dan Bawaslu dibentuk dengan model ad-hoc. Namun ia juga tak menampik apabila dibentuk model lain seperti Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dengan tetap menyesuaikan kebutuhan.
“Kayak bikin kepanitiaan saja. Bisa saja (PPD), itu jauh lebih baik atau apapun. Tetap dipertahankan, tapi harus menyesuaikan bagaimana kebutuhan KPU dan Bawaslu, terutama kinerja mereka seperti apa,” papar dia.
“Karena kan orang juga bertanya-tanya, masa iya sebuah penyelenggara tapi kerjaannya setahun sekali dan 4,5 tahun setelahnya menganggur,” lanjut Adi.
Adi Prayitnon juga mengatakan bila KPU dan Bawaslu dibuat ad-hoc, maka potensi penghematan anggaran akan tampak. Dan anggaran yang ada bisa untuk program lain pemerintah. Misal bisa dialihkan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Sangat menghemat (anggaran). Kita bisa lihat kan fasilitas KPU dan Bawaslu sangat wah banget itu, mending duitnya buat Makan Bergizi Gratis. Jadi, biar (KPU-Bawaslu) tidak makan gaji buta,” pungkasnya. (ari)