Surabaya, MercuryFM- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim lakukan pemetaan berbagai kerawanan pada gelaran PIlkada Serentak yang akan berlangsung 27 November mendatang. Salah satu yang dipelototi adalah soal praktik politik uang hingga netralitas ASN yang menjadi titik rawan dalam Pilkada serentak 2024 mendatang di Jatim.
Hal ini di ungkapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim saat melakukan pemetaan berbagai kerawanan pada gelaran PIlkada Serentak yang akan berlangsung 27 November mendatang. Yang juga dihadiri stakeholder Jatim, diantaranya Pemprov, Polda dan Kodam V Brawijaya, di hotel Haris, Selasa (20/08/24).
Menurut Ketua Bawaslu Jatim A Warits, soal praktik politik uang (money politic), hampir wilayah punya potensi terjadinya praktik money politic ini. Meski Bawaslu mengakui untuk hal ini sulit dilakukan pembuktian secara hukum, Bawaslu tetap mewanti agar praktik semacam ini dilakukan antisipasi bersama.
“Termasuk netralitas ASN. Kita selalu mengingatkan agar ASN netral. Tapi kita juga sering medapat laporan ketidaknetralan ASN. Inj juga saya kembali tegaskan jaga netralitas ASN di Pilkada nanti,” ujarmya.
Untuk pengawasan, Warits mengatakan Bawaslu tidak bisa sendirian. Apalagi, jumlah personel yang dimiliki di setiap daerah terbatas. Sehingga, butuh andil masyarakat.
“Kami sering menyampaikan, tidak mungkin Bawaslu itu maksimal melakukan pengawasan tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Jadi kalau ada pelanggaran, bisa disampaikan kepada Bawaslu,” terang Warits.
Semenara salah satu Komisioner Bawaslu Jatim Eka Rahmawati menjelaskan, pemetaan Kerawanan pemilu itu berfokus pada apapun yang bisa berpotensi menghambat penyelenggaraan pemilu yang luber jurdil.
Dari berbagai analisis yang dilakukan, Eka menyebut dimensi konteks sosial politik yang terbilang rawan tinggi. Terutama dari netralitas ASN, TNI dan Polri.
Hal itu diakui menjadi kerawanan yang tinggi di Jawa Timur. Bentuk potensi pelanggaran diantaranya adalah mobilisasi dukungan. Potret itu setidaknya dihimpun dari data laporan dari jajaran di tingkat kabupaten/kota. Tak hanya potensi money politics dan netralitas, soal lain yang turut disoroti adalah tentang data pemilih yang masih dinilai rawan.
“Mitigasinya tentu kita harus melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait untuk memastikan bahwa data pemilih tidak ada persoalan, hak pilihnya terlindungi agar tidak ada warga yang kehilangan hak pilihnya,” ujar Eka yang membidangi Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat saat dikonfirmasi disela kegiatan. (ari)
–