Pengusaha Ritel Khawatir Iuran Tapera Menurunkan Daya Beli Masyarakat

Jakarta, MercuryFM – Penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bagi pekerja akan berdampak panjang pada penurunan daya beli masyarakat. Hal ini diprediksi oleh kalangan pelaku usaha ritel yang mengkhawatirkan akan mempengaruhi aspek dari berbagai sisi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, potongan Tapera, meskipun hanya 2,5% yang dibebankan kepada pekerja akan sangat berkorelasi dengan keputusan konsumsi pekerja kedepannya.

“Kalau ditanya apakah berkorelasi dengan daya beli? Jawabannya sangat berkorelasi, karena perhitungannya adalah berapapun yang dipotong pasti mengurangi belanja, teori sederhanalah. Pengurangan belanja, konsumsi turun. Konsumsi turun, artinya growth of economy juga akan turun,” kata Roy dikutip dalam pernyataan tertulisnya,  Rabu (5/6/2024).

Untuk diketahui, skema Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Dimana besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Untuk pekerja mandiri, dana kelolaan akan diatur langsung oleh Badan Pengelola (BP) Tapera.

“Jadi Tapera dengan 2,5% yang ditanggung oleh seluruh penerima gaji. Kalau dulu Bapertarum itu hanya ASN, TNI-POLRI. Tapi Tapera ini yang seluruh menerima gaji atau upah, 0,5% kan ditanggung perusahaan,” tambah Roy.

Dia menambahkan, dari pihak Aprindo meminta pemerintah mengkaji lagi keputusan iuran Tapera ini, dan kalaupun bisa diterapkan, dirinya berharap waktu penerapannya tidak dalam waktu dekat.

“Tapera itu sebenarnya menurut kami perlu dikaji dan tidak pada momentum saat ini. Pada saat geopolitik, ini masalah geopolitik saja belum selesai,” tambah Roy.

Dia mencontohkan, harga minyak dunia yang sudah naik US$2 dari US$83 menjadi US$85 per barel. Dan kalau naik terus akan berkorelasi juga dengan kenaikan minyak dalam negeri.

“Kita kan harus mengikuti standar minyak luar. Masih ada defisit supply chain sehingga harga bahan pokok masih fluktuasi naik. Beban-beban yang terjadi itu akan mengurangi daya beli,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dia mengatakan Bank Indonesia Rate (BI rate) diprediksi tidak akan turun, dan akan mempengaruhi bunga pinjaman dalam negeri.

“Rasa-rasanya mau turun atau naik, BI rate kita masih ditahan pada 6,25%.  Ini berpengaruh pada suku bunga pinjaman kita, KPR, cicilan motor hingga mobil. Dan itu akan mengeluarkan tambahan biaya dan mengurangi daya beli,” pungkasnya. (dan) 

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement

Visual Radio

Add New Playlist