Jakarta,MercuryFM – PDI Perjuangan mendukung program kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tanggung oleh pemerintah sebesar 100 persen untuk rumah senilah Rp. 2 miliar kebawah selama rentang November – 2023 sampai Juni 2024 yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam pengumannya Presiden Joko Widodo mengatakan sesudah Juni 2024 PPN yang ditanggung hanya 50 persen. Selain itu Pemerintah juga akan memberikan bantuan administratif bagi perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp 4 juta hingga tahun 2024.
Menurut Said Abdullah Ketua Bidang Perekonomian DPP PDI Perjuangan menjelaskan sejak APBN tahun 2023 dan 2024 disahkan, ini adalah kesepakatan bersama semua fraksi di DPR dengan pemerintah. Selanjutnya urusan teknis kebijakan tanggungjawab pemerintah melaksanakannya.
“Namun kami perlu ingatkan pemerintah, bahwa program tersebut tidak cukup dalam menyelesaikan masalah pokok yang dihadapi rakyat. Masalah fundamental saat ini adalah kebutuhan pangan dan minyak bumi yang ditopang dari impor negara lain, dan ketergantungan penggunaan Dolar Amerika Serikat (AS) dalam pembayaran internasional,” ujar Said.
Menurut Said hampir sepuluh tahun ini pihaknya menilai pemerintah belum berhasil mengatasi ketergantungan impor minyak bumi, beras, jagung, gula, kedelai, daging, dan bahan pangan pokok rakyat lainnya.
“Saat muncul perang dinegara lain kita terancam susah mendapatkan pasokan, dan harganya tinggi, ditambah membayar dengan Dolar AS yang sedang tinggi. Itu yang kita hadapi saat ini,” jelasnya.
Dalam kasus beras kata pria yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRRI, banyak sawah kekeringan, dan selama Agustus-September 2023 harga melonjak hingga 27 persen. Akibatnya terjadi inflasi beras mencapai 5,6 persenm tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
“Ini sekaligus menjadi sinyal ke pemerintah program embung dan bendungan belum bekerja baik. Sementara program food estate juga belum mampu menjadi penyedia pasokan,” jelasnya.
PDI Perjuangan kata Said sejak dua tahun lalu sudah mengajak kita semua untuk bersiap siap menghadapi krisis pangan dan energi. Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan tahun 2022 dan 2023 sejak awal mendorong agar pemerintah mempersiapkan kebijakan fiskal yang kuat dan sistematis menghadapi hal ini, sehingga kebijakan yang dijalankan komprehensif, tidak sepotong sepotong yang jelas tidak menyelesaikan masalah.
“PDI Perjuangan memandang penting kebijakan strategis berjalan paripurna. Sejak Agustus 2023 lalu sesungguhnya Fraksi PDI Perjuangan di Badan Anggaran DPR telah mendorong pemerintah melakukan percepatan dan penambahan program bansos kepada rakyat,” ungkapnya.
“Sebab penyaluran bansos tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah adalah faktor penting bansos menolong hajat hidup rumah tangga miskin, baik natura maupun bantuan langsung tunai. Namun justru penebalan bansosnya baru dijalankan November 2023,” lanjutnya.
PDI Perjuangan kata Said Memastikan ketersediaan pasokan pangan rakyat, terutama komoditas yang dipenuhi dari kegiatan impor, seperti beras, jagung, kedelai, gula, daging, minyak bumi, dll, minimal untuk kebutuhan 6 bulan kedepan.
“Pelaksanaan kebijakan impor pangan dan minyak bumi kita doring harus melalui BUMN untuk menghindari konflik kepentingan, apalagi perburuan rente menjelang pelaksanaan pemilu 2024, agar fair dan adil buat semua kontestan, sekaligus memperkuat peran BUMN,” jelasnya.
Kita lanjut pria yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim juga haris memastikan kesiapan BUMN sebagai pelaku impor memiliki pencadangan dolar AS atau mata uang internasional lainnya untuk mengurangi selisih kurs tinggi terhadap mata uang asing.
“Juga kita harus Memastikan kembali kesiapan berbagai program infrastruktur yang sudah dianggarkan trilyunan rupiah bisa menopang kebutuhan kita mencukupi kebutuhan pangan dan energi mendiri secara perlahan lahan,” ucapnya.
Apalagi jelas pria asli Madura ini, Bank Indonesia telah menggulirkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen operasi moneter yang menggunakan underlying aset Surat Berharga Negara (SBN). Secara substansi tidak berbeda dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
“Namun penggunaan SBN sebagai penjaminan SRBI harus hati hati digunakan oleh BI dalam operasi moneter untuk pengendalian tekanan Dolar AS terhadap rupiah,” jelasnya.
“Apalagi sejak awal kita mengetahui kebijakan suku bunga tinggi yang di lakukan The Fed akan berlangsung lama dan panjang. Mitigasi resiko terhadap APBN perlu diperhitungkan, termasuk kemampuan BI menggunakan SRBI menahan tekanan eksternal,” lanjutnya mempertegas. (ari)