Surabaya, MercuryFM – Masuknya nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi kandidat cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 menuai reaksi beragama. Banyak pihak langsung menyatakan dukungannya, tetapi tidak sedikit pula yang mencibirkan bibir pasca nama putra Presiden Joko Widodo itu pada Minggu lalu (22/10) diumumkan oleh Prabowo sebagai “co-pilot”-nya dalam memimpin Indonesia.
Ketua Komunitas Milenial Peduli Indonesia, Dedy Mahendra mengatakan, tidak seharusnya pihak-pihak tertentu menyerang majunya Gibran ke pentas Pilpres 2024. “Politik adalah senin ketidakmungkina. Jika Gibran maju, itu sebenarnya sudah lama kami prediksi. Kompii sendiri sejak tahun lalu sudah mengajukan nama Gibran di bursa Pilpres 2024, silakan cek jejak digitalnya,” ujar Dedy (Surabaya, 24/10)
Ia menambahkan, di dunia beberapa negara pun pernah memiliki pemimpin muda di bawah 40 tahun. “Daniel Noboa masih berumur 35 tahun sekarang dan bakal jadi presiden termuda dalam sejarah Ekuador. Dia unggul empat poin persentase dari saingannya dari sayap kiri. Ada juga Gabriel Boric yang terpilih jadi presiden termuda Chile di usia 35 tahun pada Desember 2021 lalu.” terang Dedy.
Daftar pemimpin muda dari Dedy masih ditambahkan sosok Emmanuel Macron yang menjadi presiden termuda Prancis pada tahun 2017 di usia 39 tahun. “Tentu kita ingat, Irakli Garibashvili yang jadi Perdana Menteri Georgia di 31 tahun. Pula, kita ingat Sanna Marin, PM Finladia 2019 hingga 2023, yang menjabat sejak usia 34 tahun,” imbuhnya.
Bagi Dedy, dari banyaknya contoh pemimpin muda di beberapa negara itu menunjukkan bahwa anak-anak muda tidak dapat dipandang sebelah mata. “Sekadar contoh, pemimpin GoJek itu masih muda lho, juga banyak Start-Up lain dipimpin oleh orang-orang muda. Jadi, anak milenal sebenarnya sudah bisa diperhitungkan dalam banyak aspek, termasuk kepemimpinan nasional,” tegas Dedy.
Politik Hospitalitas
Dedy yang juga pakar manajemen itu mengatakan, ke depan para praktisi politik perlu mengembangkan politik hospitalitas. Frasa “politik hospitalitas” sendiri pertama kali dicetuskan pada tahun 2020 oleh Dhimas Anugrah, pemerhati politik, sebagai konsep dan laku politik yang mengedepankan keramahtamahan dan kebaikan dalam mencapai tujuan politik. Dedy mengatakan, “Dengan semangat keramahtamahan atau hospitalitas akan lahir sikap positif dalam berpolitik praktis. Ketika politik dijalankan dengan cara ini, pemimpin dan pihak-pihak terlibat lebih mungkin berkolaborasi demi kebaikan masyarakat, yang pada akhirnya akan mendorong semangat positif dalam masyarakat itu sendiri.”
Dedy mengimbau pada masyarakat agar menghindari “black campaign” atau politik hitam atau praktik politik yang tidak etis, jahat, menyerang pribadi, atau berdasarkan intrik dan manipulasi. “Hindari nyinyir di medsos atau grup-grup WA yang menyerang semua sosok dalam bursa Pilpres 2024, karena itu hanya menunjukkan ketidakdewasaan kita dalam keterlibatan di ranah politik praktis,” katanya.
Pria alumni sekolah bisnis di Madrid, Spanyol itu mengatakan, “Kita bisa saja kecewa atau tidak suka pada sosok politisi tertentu, tapi itu jangan sampai dibiarkan menjadi kotoran batin dalam diri kita sendiri. Beda pandangan politik boleh, tapi nyinyir jangan. Karena nyinyir itu tanda perasaan kita sedang dikuasi kotoran batin. Itu bisa saja karena ketidakpuasan diri dan lainnya, tapi jangan tumpahkan itu dalam ranah publik.” Mari kita berpolitik dengan hospitalitas, seru Dedy.
Dengan majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto, maka ia akan menjadi wakil pertama dari kalangan milenial yang berkiprah di kepemimpinan tingkat nasional. Dedy mengaku senang dengan fenomena anak muda yang bisa maju dalam kancah politik nasional. “Saya sebagai ketua komunitas yang berisikan anak-anak milenial menyambut gembira jika makin banyak anak muda yang kompeten maju pentas politik. Anak muda yang profesional, cerdas, dan tulus hati wajib silakan masuk politik, seberapa kotornya citra politik itu. Anak muda bisa membuat perubahan,” pungkas Dedy. (red)