Surabaya, MercuryFM – Dialog Ekonomi Bisnis 96FM Mercury edisi Jumat (20/10/23), dengan topic bahasan “Tak Cukup Kata-kata Untuk Habisi Mafia,” menjadi sangat menarik, karena bertepatan dengan baru diumumkannya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjadi bacawapres mendampingi cawapres Ganjar Pranowo.
Mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, yang kembali membeber fakta, betapa masih buruknya penegakan hukum kita. Melansir Media Indonesia, Mahfud yang belakangan rajin bersuara, lagi-lagi menyuarakan bagaimana karut-marutnya kecurangan aparat penegak hukum. Disebutnya penegak hukum yang seharusnya membasmi mafia, justru melindungi mafia.
Ada bermacam-macam mafia yang dibekingi aparat penegak hukum. Ada mafia tanah, mafia nikel, mafia narkoba, sampai mafia perdagangan gelap pasal-pasal hukum. Mahfud juga memaparkan, aparat hukum yang selayaknya memastikan terpidana menjalani hukuman sesuai ketentuan justru mengistemewakan di penjara. Saking istimewanya terpidana, apalagi koruptor sering mendapat sel mewah.
Tentu fasilitas itu tak gratis. Dan masih kata Mahfud, saat kuliah umum tentang Peluang dan Tantangan Demokrasi yang Bermartabat di Universitas Airlangga beberapa waktu lalu, koruptor kelas kakap juga leluasa lepas dari kungkungan penjara.
Koruptor bekas anggota DPR misalnya bisa dengan mudah bertemu dan mengajak sarapan rekannya di hotel mewah di Jakarta. Tentu dia tak keluar penjara begitu saja asti ada uang suap sebagai imbalan untuk sipirnya. Sampai disini, kita percaya tak semua aparat penegak hukum berperilaku buruk. Tapi apa yang diungkapkan Mahfud MD atau Menko Polhukam ini, adalah potret buram bahkan sangat buram terkait penegakan hukum di negeri ini.
Masyarakat pun sebenarnya tak kaget dan heran, karena permainan kotor itu sudah jadi pengetahuan umum. Bukan rahasia lagi narkoba tak habis-habis ya karena ada aparat yang ikut bermain. Korupsi kian menjadi lantaran tak ada efek jera sebagai imbas dari kebaikan hati para penegak hukum.
Namun harus dikatakan hingga kini perbaikan itu masih jauh panggang dari api. Masih merajalelanya korupsi adalah pertanda bahwa pemerintah termasuk Menko Polhukam, kurang berhasil mengorkestrasi pemberantasan kejahatan luar biasa itu.
Menanggapi ini, narasumber tetap Dialog Ekonomi Bisnis 96FM Mercury, Guru Besar (emeritus) Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) UBAYA Prof. Wibisono Hardjopranoto mengatakan, sangat mengapresiasi topic hari ini. “Tapi seperti pernah saya jelaskan sebelumnya, bahwa apa yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk menuju Indonesia Emas, pertama, daya saing Indonesia.
Terutama memperbaiki kinerja ekonomi yang berujung kepada kesejahteraan, finansial yang pasti,” terang Prof Wibisono.
Kemudian kalau dibedah lagi kata Prof Wibi, sapaan akrab Guru Besar (emeritus) FBE UBAYA ini, sebenarnya yang pertama adalah pendidikan. “Sebelumnya pernah saya kritik keras mengenai motivasi, ke ekstrinsik reward yang harusnya digeser ke intrinsik reward,” terang Prof Wibi. Tapi menurut Prof Wibisono, pendidikan ini juga dipentingkan untuk meningkatkan literasi.
“Ada banyak, termasuk literasi politik, literasi keuangan, literasi digital. Tapi yang sangat dipentingkan sekarang justru adalah literasi hukum,” kata Prof Wibisono. Selanjutnya menurut Prof Wibi, penegakan keadilan melalui sistem hukum itu juga membutuhkan perbaikan education. “Ini supaya literasi hukumnya bagus,”kata Prof Wibi.
Kemudian Prof Wibi meminta untuk melihat saat Megawati Sukarnoputri mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK kita ini menurut Prof Wibi, adalah kanibal. “Kanibal terhadap sistem hukum yang ada,” terang Wibisono Hardjopranoto. Guru Besar (emeritus) FBE UBAYA ini menjelaskan, kalau KPK dikuatkan ada dampak melemahkan kepada Mahkamah Agung, Kejaksaan dan Kepolisian.
“Ini yang tidak boleh terjadi. Harusnya KPK justru mampu mendukung dan mungkin bekerjasama dengan baik. Tapi sekarang justru melenceng dari yang diharapkan, supaya ideal,” tegas Prof Wibi.
Kembali Wibisono mengatakan, kalau topic Jumat(20/10/23) ini bagus, karena korupsi menarik untuk dibahas. “Kalau demokrasi tanpa hukum itu kan barbar. Sak karepe dewe atas nama kebebasan. Rakyat pun akan bertindak semau guwe. Ini yang tidak boleh,” kata Prof Wibi.
Justru tegas Wibisono, kalau masyarakat ingin menganut sistem politik yang bagus, hukumnya atau keadilannya harus tegak melalui hukum. Melihat dari kasus sebelumnya, kata Prof Wibi, menyisakan birokrasi birokrasi menteri-menteri yang asalnya dari partai politik, banyak terjerat korupsi. Korupsi ini tegas Prof Wibi bukannya mereda, malah justru tambah subur tambah berkembang.
“Setelah saya bongkar-bongkar, dari ilmu ekonominya, korupsi itu pengaruhnya pasti nanti akan menurunkan investasi,” kata Guru Besar FBE UBAYA ini. Korupsi akan menurunkan investasi, karena nantinya akan berdampak pada banyak hal.
“Yang pertama, produktifitas yang subur itu adalah yang ilegal ilegal. Yang justru daya saing yang bagus itu tidak akan lahir. Kalau toh muncul tidak akan berkembang dengan baik. Kedua, Publik Goods sarana dan prasarana pasti akan tidak efisien. Jadi kemampuan APBN kita untuk membuat Public Goods juga akan turun. Karena digerogoti oleh korupsi itu sendiri. Pajak yang seharusnya diterima lebih tinggi nilainya oleh pemerintah jadi turun, karena permainan kotor tadi,” terang Prof Wibi.
Kemudian menurut Wibosono, pendapatan pemerintah yang akan menjadi revenue dari APBN juga akan turun. “Nah kalau ini terjadi, akibatnya apa? larinya adalah ke utang. Jadi pemerintah terpaksa larinya untuk pembiayaan APBNnya adalah memperbesar utang,” jelas Wibisono.
Dua yang lain kata Wibisono Hardjopranoto adalah ICORE Indonesia yang bertengger di 7,6% itu juga akan semakin naik. “Ini tidak bagus. Karena untuk meningkatkan PDB kita investasinya harus jauh lebih besar. Kita itu kalah dengan India. ICORE Indonesia 7,6%, India 4,5%, Malaysia 4,4% dan Filipina 3,7%. Idelanya ICORE atau Incremental Capital Output Ratio itu, 3 idealnya,” terang Prof Wibi.
Dan terakhir menurut Wibisono Hardjopranoto, korupsi itu akan meningkatkan kemiskinan. “Yang kaya koruptornya. Tapi rakyat secara umum kemiskinannya pasti akan lebih membengkak,” tegas Prof Wibi. Guru Besar FBE UBAYA ini menambahkan, juga akan terjadi ketimpangan, Gini Rasio Indonesia akan meningkat.
“Dalam pembicaraan ini, ada 7 catatan saya. Menurunkan investasi, menurunkan produktivitas, menurunkan kwalitas Public Goods, menurunkan Government Income, meningkatkan Government Death, meningkatkan ICORE, dan meningkatkan kemiskinan serta ketimpangan kesejahteraan,” tambah Prof Wibisono Hardjopranoto.
Tapi kemudian pertanyaan mengerucut, pada bagaimana seorang Mahfud MD, kalau nantinya dalam Pilpres bersama Ganjar Pranowo berhasil memenangkan dan memimpin negeri ini, akankah dengan kapasitasnya sebagai wakil presiden (wapres) bisa mengeksekusi maping yang sudah sangat jelas untuk bisa dilakukan oleh Kementerian Polhukam dan jajaran membenahi hukum kita?
Menjawab ini, Prof. Wibisono Hardjopranoto mengatakan, responsibility wapres itu tidak ada standar dari konstitusi kita. “Artinya memang sangat tergantung kepada presidennya. Apa porsi yang diberikan dan diperankan oleh wapres, sangat tergantung kebijakan dari presidennya. Tapi semua itu akan oke dan beres, karena berpartner dengan Ganjar Pranowo. Mudah-mudahan menang lah ya,” terang Prof Wibi. (Nla)