Said Abdullah: Bu Mega ajarkan kita arti berproses, loyalitas dan Gotong Royong

Surabaya, MercuryFM – Menjelang pendaftaran 2024, PDI Perjuangan tetap berpendirian untuk menjaga keseluruhan norma konstitusi, sebab partai politik punya tanggungjawab politik-konstitusional untuk mengajukan capres dan cawapres.

Bagi PDI Perjuangan titik tekannya bukan sekedar pada letter lux aturan, apalagi utak atik aturan. Lebih dari itu, perlunya soal kematangannya dalam kepemimpinan. Sebab ada tanggungjawab, sekaligus resiko yang besar pada pundak pemimpin nasional. Memaknai peran ini.

“Karenanaya dalam Pilpres 2024 PDI Perjuangan mengajukan Ganjar Pranowo karena beliau mengawali politik yang benar, kiprahnya teruji dalam kepemimpinannya dua periode di Jawa Tengah, suatu jabatan politik satu tingkat di bawah Presiden. Rute itu telah kami buktikan melalui jalan politik dari Presiden Joko Widodo saat ini,” ujar Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim H. Said Abdullah dalam keterangan di Surabaya, Senin (16/10/23).

Bagi PDI Perjuangan kata Said, kaderisasi partai adalah jalan untuk menguatkan rekrutmen jabatan-jabatan politik. Tidak ada jalan instan bagi setiap kader PDI Perjuangan dalam menugaskannya pada jabatan jabatan politik. Semua dijalani dari bawah.

“Jalan berliku itu juga yang ditempuh oleh Ibu Mega, Mbak Puan Maharani, Mas Ganjar Pranowo, termasuk Presiden Joko Widodo saat ini. Berproses dari bawah adalah jalan untuk menggembleng setiap kader mendapati pengalaman politik yang panjang. Pengalaman panjang itulah yang menjadi “ilmu kehidupan” untuk mematangkan setiap kader, untuk “bisa selesai atas dirinya sendiri,” jelasnya.

“PDI Perjuangan tidak mengenal penugasan instan dan kilat dalam jabatan jabatan politik. Sebab yang di pertaruhkan adalah keselamatan rakyat. Jika tetap memaksakan jalur kilat, PDI Perjuangan tidak menyediakan perangko nya,” lanjutnya mempertegas.

Dijelaskan salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan ini, selain hukum tertinggi norma tertulis ada norma norma etis dan asas kepatutan dalam urusan politik-negara, khususnya menyangkut kepemimpinan nasional.

Ibaratnya, calon pemimpin nasional adalah manusia setengah dewa. Ada kewenangan yang sangat besar pada kekuasaanya. Pada kekuasaan yang besar itu pula bergelayut harapan dari rakyat. Karena itu, titik awal keberangkatannya harus bersih dari seluruh beban etis- dan asas kepatutan, apalagi terlibat dalam utak atik konstitusi demi kursi kekuasaan.

“Ibu Mega mengajari kita arti kekuasaan, beliau tidak memaksakan anak anaknya untuk mendapat karpet merah, dan menyingkirkan halangan apapun demi hal itu. Ia menempuh “jalan sunyi” demi memberi tempat bagi kader kader bangsa yang memang sepatutnya menjadi calon pemimpin nasional yang hebat,” ucapnya.

Ketua Banggar DPRRI ini juga mengatakan, bila dalam perjalanannya ada satu dua kader yang memilih jalan sendiri karena tergiur kedudukan, atau hal lainnya, PDI Perjuangan menghormati jalan politik yang ditempuhnya.

PDI Perjuangan tidak akan menghitung jasa, karena setiap kader sesungguhnya sudah di asah jiwa pengorbanan sejak ia menjalani kaderisasi pratama, madya hingga utama.

“Bagi PDI Perjuangan, kekuasaan harus diperjuangkan bersama rakyat. Bagi setiap kader yang mendapatkan penugasan merebut kekuasaan melalui jalan elektoral, kewajiban bagi seluruh kader untuk gotong royong. Bahu membahu agar memenangkan pemilihan. Kerja politik ini terus kami gelorakan secara disiplin,” ungkapnya.

“Semua kader bantingan, iuran, berbagi waktu, tenaga dan pikiran, bahkan diantara mereka ada yang sakit dan meninggal karena kelelahan. Pejuang pejuang partai inilah yang menggerakkan rakyat dalam pemenangan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, Joko Widodo di DKI Jakarta dan Pilpres, Basuki Tjahaya Purnama di DKI Jakarta, dan masih banyak tempat lainnya,” lanjutnya lagi.

Ketua Umum Megawati Soekarno Putri kata pria asli Sumenep Madura,  mengajari kita arti loyalitas pada partai, bangsa dan negara. Pada masa orba, kesetiaan kader terhadap Partai teruji militansinya menghadapi ancaman dan teror aparatur orde baru. Masa reformasi, kesetiaan kader teruji pada saat yang bersangkutan memegang kekuasaan.

“Apakah kekuasaan digunakannya untuk membesarkan partai, menjalankan cita cita, ideologi dan garis perjuangan partai? Melayani rakyat? Ataukah digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya? Dan kekuasaan seringkali membuat beberapa kader lupa diri. Kami mengajak setiap kader untuk selalu mawas diri, jangan mabuk kekuasaan. Hanya kebenaran yang bisa jaya,” pungkas Said Abdullah. (ari)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement

Visual Radio

Add New Playlist