Surabaya, MercuryFM – Menangkal berita hoaks jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), menggelar Pelatihan Kelas Prebunking di Surabaya, Sabtu (16/09/23). Pelatihan ini menjadi salah satu cara untuk bisa menangkal penyebaran berita hoaks. Seperti diketahui, hoaks terkait politik dan pemilu, biasanya akan selalu muncul menjelang digelarnya pemilu.
Pelatihan yang menghadirkan pemateri antara lain, ada Umi Dewi W, Poppie Dian A, Tya Roosinda dan Petrus Rizki ini, memaparkan apa dan bagaimana prebunking dan debunking. Pemateri tersebut juga menjelaskan mengenai bahaya berita hoaks ini kepada peserta dari beberapa instansi, media dan PPS atau Panitia Pemungutan Suara.
Sementara saat dikonfirmasi lebih lanjut, Sekretaris Mafindo, Diana Aziz menjelaskan, prebunking itu artinya adalah pencegahan hoaks. “Pencegahan itu dalam artian, kita mengamati sesuatu informasi kurang jelas yang beredar di ruang digital, mengenai hal-hal tertentu. Adanya informasi yang kurang jelas itu, Mafindo sebagai pihak yang konsern pada peredaran hoaks, berusaha mencari dimana referensi yang pasti, sehingga bisa membuat konten untuk memperjelas informasi yang dianggap bisa menjadi hoaks nantinya,” terang Diana.
Menurut Diana, tujuan dari kelas prebunking yang digelar pada Sabtu (16/09/23) ini, sebetulnya satu paket dengan kelas Cek Fakta yang biasanya Mafindo sudah sering adakan. “Hanya saja kalau kelas Cek Fakta atau yang istilahnya adalah debunking, setelah hoaksnya beredar. Kemudian, bagaimana caranya kita mencari tahu apakah itu hoaks atau bukan,” kata Diana.
Dari situ, kata Diana Aziz, baru bisa dibuat semacam laporannya, itu namanya debunking. “Tapi kalau kelas prebunking ini, kita lebih kepada pencegahan hoaksnya. Jadi sebelum hoaksnya menyebar, kita bisa tahu dulu kira-kira ada informasi apa yang masyarakat itu belum jelas. Kita membuat konten, untuk mensosialisasikan informasi tersebut kepada masyarakat sebelum menjadi hoaks,” terang Sekretaris Mafindo ini. Diana mengakui, istilah prebunking ini masih baru, sehingga masih belum banyak yang memahami.
Saat ditanya seefektif apakah prebunking, Diana menjelaskan, dari referensi-referensi yang sudah pernah dilakukan oleh WHO, prebunking terbukti lebih efektif, karena banyak warganet atau netizen yang bisa melakukan, dari pada cek fakta atau debunking.
“Ini karena, kalau dilihat dari prosesnya, pertama, hoaks itu misalnya sudah dibagikan seribu kali lalu kita di bunk cek fakta, kita buat laporannya, ternyata tidak dibagikan sampai seribu kali. Sehingga, istilahnya kalau lebih dulu dicegah didepan, dengan sudah membuat konten-konten yang mereferensikan informasi yang benar, jauh akan lebih efektif. Karena sumbernya pun dimotivasi untuk membuat informasi referensi lebih dulu,” terang Diana Aziz.
Hal itu, menurut Diana mudah dilakukan, dengan mengambil dari sumber-sumber yang sudah ada. “Tinggal membuat kontennya. Harapannya, lebih banyak warganet atau netizen yang bisa menggunakan metode prebunking, daripada kesulitan di debunking,” terang Sekretaris Mafindo ini.
Lebih lanjut Diana mengatakan, kelas prebunking ini harapannya bisa memberikan edukasi kepada pemilih akan bahaya berita hoaks. “Nantinya, pemilih bisa secara jernih memilih calonnya di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, dengan mempertimbangkan visi misi yang disampaikan,” kata Diana. (Nla)