MK putuskan sistem Pemilu tetap Proporsional Terbuka, Cak Dedi: Sistem Pemilu sekarang pas dengan NKRI

Surabaya, MercuryFM – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan dalam perkara pengujian materil atau judicial review Pasal 168 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sehingga sistem pemilu tetap pada Sistem Proporsional Terbuka untuk Pemilu 2024, mendapat apresiasi anggota DPRD Jatim.

Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Hadi Dediyansah menyebutkan, sebagai caleg dirinya cukup senang dengan keputusan MK ini. Dirinya siap dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Keputusan MK representatif dari undang-undangan. Dan kita menghormati keputusan MK dan siap menjalankannya,” ujar cak Dedi sapaan Hadi Dediyansah, Kamis (15/06/23).

“Putusan harus dihargai oleh semua pihak. Mari kita jadikan keputusan ini untuk meramaikan pesta demokrasi dengan santun dan gembira,” lanjut anggota dari Daerah Pemilihan (Dapil) Surabaya.

Cak Dedi juga mengatakan sistem proporsional terbuka sangat ideal di NKRI ini. Sehingga keputusan MK ini cukup mewakili keinginan mayoritas warga negara.

Apalagi keputusan proporsional terbuka sudah ada pada tahun 2008 terkait gugatan yang dilakukan oleh penggugat atas nama M. Sholeh.

“Proposional terbuka ideal untuk NKRI. Kami salut kepada MK yang dalam satu persoalan yang sama tidak membuat keputusan berbeda. Karena ditahun 2008 sudah diputuskan pemilu terbuka. Maka kita patut mengapresiasi keputusan ini karena ini demi kebaikan NKRI, ” tegasnya.

Tepisah M Soleh, penggugat sistem Pemilu tertutup tahun 2008 menegaskan, dirinya sudah  memprediksi upaya gugatan pemilu porposional tertutup bakal gagal.

“Sesuai prediksi saya, tidak mungkin putusan MK mementahkan putusan MK sendiri tahun 2008. Apalagi argumentasi pemohon sama sekali tidak konstitusional,” tegas M Soleh.

Caleg Partai Nasdem ini juga menyebut penggugat hanya mempersolakan money politik dalam pemilu suara terbanyak,

Dampak pemilu suara terbanyak menjadikan wakil rakyat tidak tunduk ke parpol.

“Ini argumentasi mentah yang tidak berdasar,” ucapnya.

“Terkait money politik yang marak saat ini menjadi tugas KPU, bagamana mensosialisasikan agar pemilu terbebas dari money politik,” lanjut peia yang saat ini berposisi sebagai pengacara.

Seperti diketahui, MK menolak gugatan dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 yang didaftarkan oleh 6 orang pada 14 November 2022. Para penggugat berharap MK mengembalikan sistem pemilu Indonesia ke sistem proporsional tertutup.

Dengan ditolaknya permohonan tersebut, sistem pemilu yang berlaku tetap pada sistem proporsional terbuka yang artinya setiap pemilih bisa langsung mencoblos caleg yang diusung oleh parpol peserta pemilu. Nantinya, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

Sistem proporsional terbuka di Indonesia mulai didigunakan pada Pemilu Legislatif , 2009 setelah gugatan M. Sholeh, mantan aktivis PRD yang kini jadi advokat mengajukan judicial review atas sistem proporsional tertutup ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Gugatannya dikabulkan sehingga sistem Pemilu dilakukan terbuka.

Sementara sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, sampai Pemilu 2004. (Ari)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement

Visual Radio

Add New Playlist