Malang, MercuryFM- Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Pendidikan Jawa Timur (Jatim) belum bisa menampung semua lulusan SMP dan Masrasah Tsanawiyah dalam Penerimanaan Peserta Didik Baru (PPBD,) 2023 untuk SMA dan SMK negeri di Jatim.
Hal ini diungkapkan Plt Kepala Dindik Jatim, Wahid Wahyudi ketika menggelar pertemuan dengan Komisi E DPRD Jatim yang menggelar rapat koordinasi (Rakor) guna membahas persiapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA, SMK dan SLB Negeri di Jawa Timur, di SMA Negeri 2 Kota Malang, Sabtu (10/06/23)
Menurut Wahid Wahyudi dari data yang ada, lulusan SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Jatim saat ini sebanyak 575.108 siswa. Sementara kapasitas SMAN, SMKN dan SLB Negeri hanya mampu menampung 38 persen dari lulusan SMP dan MTs.
“Oleh karena itu kebijakan apapun yang diambil oleh pemerintah pasti tidak bisa memuaskan semua pihak. Karena ada 62 persen lulusan SMP dan Madrasah Tsanawiyah di Jawa Timur yang tidak bisa ditampung di SMA, SMK dan SLB Negeri,” kata Wahid Wahyudi ditemui usai rakor.
Namun demikian, Wahid memastikan, bahwa saat ini sekolah swasta kualitas pembelajaran sudah sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan parameter jumlah sekolah SMA, SMK SLB di Jawa Timur yang mencapai 4.157 sekolah, 78 persen di antaranya adalah sekolah swasta.
“Dan parameternya di tahun 2023 ini lulusan negeri yang jumlah sekolahnya hanya 22 persen, ditambah sekolah swasta yang 78 persen, ternyata yang diterima di perguruan tinggi negeri itu terbanyak (dari swasta) dibanding provinsi-provinsi lain,” ungkap dia.
“Ini sebagai parameter kualitas pembelajaran di SMA, SMK, SLB Negeri maupun swasta di Jawa Timur,” lanjut dia.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada para orang tua apabila putra-putrinya tidak bisa diterima SMAN, SMKN atau SLB Negeri, agar dapat memasukan ke sekolah swasta.
Ia memastikan, di Provinsi Jawa Timur tidak ada perbedaan kualitas pendidikan antara sekolah SMA/SMK negeri dan swasta.
“Monggo (silahkan) tetap berbesar hati memasukkan ke sekolah-sekolah swasta di Jawa Timur, tidak ada perbedaan sama,” imbaunya.
Sedangkan terkait zonasi yang masih dikeluhkan oleh para orang tua, Wahid menyatakan, jika hal itu sudah menjadi kebijakan dari pemerintah pusat. Menurut dia, setiap kebijakan tentu tidak akan bisa memuaskan semua pihak.
“Tetapi pemerintah berupaya kebijakan itu bisa mengakomodir seoptimal mungkin dari berbagai kepentingan,” ujar dia.
Misalnya, Wahid mencontohkan, di Jawa Timur pada tahun 2023, pihaknya memberikan kuota khusus bagi siswa yang saat SMP atau MTs menjabat sebagai Ketua OSIS. Kuota khusus ini diberikan karena para pelajar itu memiliki talenta kepemimpinan.
“Karena umumnya Ketua OSIS SMA itu pada saat dia di SMP dan Madrasah Tsanawiyah juga ketua OSIS,” katanya.
Maka dari itu, Wahid menyebut, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Ristek Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa jalur zonasi SMA/SMK paling sedikit 51 persen dari daya tampung sekolah.
“Oleh karena itu kami ambil yang minimal, supaya apa? supaya bisa mengakomodir optimal di luar zonasi. Katakan misalnya siswa-siswa yang cerdas, dia bisa masuk lewat jalur prestasi. Ini kami optimalkan kuotanya,” jelasnya.
“Kalau ada kecamatan – kecamatan tertentu yang tidak memiliki SMA Negeri misalnya, lha inilah dampak dari kebijakan zonasi itu,” lanjutnya memperjelas. (ari)