Surabaya, MercuryFM – Tiga terdakwa dari kepolisian yang tersangkut tragedi sepakbola di Stadion Kanjuruhan Malang, akhirnya menjalani proses sidang putusan, pada Kamis (16/3/2023) di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Mereka yang menjalani sidang secara terpisah, yaitu AKP Hasdarmawan selaku eks Danki 3 Brimob Polda Jatim, eks Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi, dan eks Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Ketiganya dituntut oleh Jaksa dengan jeratan pasal yang sama, yakni Pasal 359 KUHP ayat 1, Pasal 360 ayat 1 dan ayat 2 akibat kealpaan menyebabkan orang lain mati, luka berat dan menyebabkan orang lain terluka sedemikian rupa. Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) diketuai oleh Rahmat Hary Basuki, sedangkan Majelis Hakim diketuai ole Abu Achmad Sidqi Hamsya.
Pembacaan vonis sidang yang pertama untuk terdakwa Hasdarmawan, dimulai pada pukul 10.10 WIB dan berakhir pada pukul 10.52 WIB
“Menjatuhkan pidana penjara 1 tahun 6 bulan”, ucap Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad Sidqi Hamsya.
Sedangkan pembacaan vonis sidang kedua dari terdakwa eks Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi, dimulai pukul 11.00. Majelis Hakim berpendapat, bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana karena kealpaan.
“Membebaskan terdakwa dari dakwaaan kesatu, kedua dan ketiga. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan,” ujar Ketua Majelis Hakim pada pukul 11.36 WIB.
Sidang terakhir, di mana Majelis Hakim memberikan vonis hukuman kepada eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dengan putusan bebas hukuman pidana karena dianggap tidak terbukti bersalah. Selama di persidangan, terdakwa terbukti tidak pernah memerintahkan pasukannya menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
“Tidak terdapat hubungan sebab akibat atas perbuatan terdakwa dengan timbulnya korban. Unsur kedua karena kealpaannya tidak terpenuhi oleh perbuatan terdakwa. Maka terdakwa seharusnya dinyatakan tidak terbukti bersalah,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Tonic Tangkau, salah satu penasehat hukum ketiga terdakwa mengatakan, putusan hakim merupakan keberhasilan bersama atas fakta yang ada di dalam persidangan. Terkait vonis terdakwa yang dinyatakan bersalah, pihaknya akan melakukan koordinasi kembali apakah akan melakukan banding atau tidak.
“Tentunya dengan keberhasilan ini, kami sangat gembira. Kami di sini hanya meluruskan apa yang terjadi dalam peristiwa yang kami anggap sebagai suatu tragedi”, kata dia.
Pihaknya juga mengucapkan turut berbelasungkawa atas peristiwa yang terjadi kepada para korban, tentunya kejadian ini merupakan sebuah tragedi yang tidak diharapkan oleh semua pihak.
Tonic berharap, semua pihak terkait dalam hal ini stakeholder harus mengevaluasi kembali untuk di kemudian hari agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menanggapi putusan sidang ini, salah satu pendamping para korban dari LBH Pos Malang, Nur Fadhilah, mengatakan pihak keluarga korban menginginkan para terdakwa dihukum seberat-beratnya. Setidaknya seperti halnya pada tuntutan awal yakni dituntut 3 tahun penjara.
Meskipun menurut pihak keluarga, 3 tahun belum cukup untuk mengganti ratusan nyawa, akibat penembakan gas air mata yang dilakukan oleh terdakwa dan pasukannya. Semua yang terlibat dalam kasus ini harus dihukum setimpal dan kasusnya diusut secara tuntas.
“Keluarga tidak terima dan merasa putusan hakim tidak adil untuk keluarga korban, karena itu merupakan pelanggaran HAM berat seperti pembunuhan masal”, ujar Nur Fadhilah.
Sementara, Susiani, Ibunda Alm. Hendra, salah satu korban tragedi Kanjuruhan hanya bisa menangis mendengar putusan hakim terhadap terdakwa yang dianggap tidak adil untuk korban.
Andy Irfan, Sekjen KontraS, sebagai pendamping dari dua saksi pelapor tragedi Kanjuruhan, Wahyu dan Bagas Satria, menyatakan bahwa hasil putusan hakim merupakan putusan dari peradilan yang sesat.
“Patut diduga hakim bermain dalam proses persidangan perkara ini. Ada banyak yang janggal dalam analisa untuk menjadikan dasar dalam putusan yang dia buat. Tapi sayang, hakim mengambil hukum di luar nalar kita, secara keadilan maupun secara kemanusiaan,” ujar Andy Irfan seusai persidangan kedua, Kamis siang (16/3/2023).
Ketika ditanyakan langkah apa selanjutnya yang akan ditempuh. Andy Irfan menyatakan, pihaknya akan melakukan beberapa langkah.
“Pertama, kita akan mendesak jaksa untuk banding. Kedua, kita akan meminta kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa perilaku hakim. Ketiga, kita akan eksaminasi publik dengan melibatkan akademisi hukum yang punya kompetensi kuat untuk menilai apakah putusan ini punya kredibilitas. Keempat, kita akan mendesak polisi untuk menentukan sejumlah tersangka baru, yang kita dapatkan berdasarkan proses persidangan dari awal sampai akhir,” tukas dia. (ron)