Surabaya, MercuryFM – Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah (RMI) NU Jawa Timur menyoroti jelang Pemilu 2024 mendatang masih banyak politisi yang tanpa garis keturunan jelas mengatasnamakan dirinya sebagai ulama (kiai) atau gus maupun lora dalam hal dukung-mendukung di hajat demokrasi terbesar bangsa tersebut.
“Saya ingat disampaikan Ketum PBNU harus menghindari politik identitas. Dan ini semata-mata untuk menghindari politik identitas itu,” ujar Wakil Bendahara RMI, M. Fawait akrab dipanggil Gus Fawait, Jumat (10/3/2023).
Sekarang ini, kata Gus Fawait, begitu mudahnya seseorang mengklaim dirinya sebagai ulama hingga menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Ulama itu simbol agama dan pewaris nabi. Ini ada hadistnya lagi, sehingga tak bisa dibuat main-main,” jelas pria yang juga Presiden Laskar Sholawat Nusantara (LSN) ini.
Bisa dikatakan ulama, lanjut Gus Fawait, harus jelas sanad keilmuannya.
“Kalau sanad ilmunya tak jelas, jadi tidak bisa dengan seenaknya mengatasnamakan ulama,” tutur Pengasuh Pesantren Nurul Chotib Al-Qodiri IV, Jember ini.
Soal sebutan gus dan lora, Gus Fawait mengatakan, sebetulnya sebutan seperti ini merupakan penghargaan masyarakat terhadap putera (anak laki-laki) dari kiai atau ulama di wilayah tersebut.
“Jangan sampai bermodalkan pakai sorban dan sebagainya mengaku ulama. Ada orang bisa mengobati menyebut gus. Tentunya harus jelas latar belakangnya atau nasabnya dan tidak seenaknya disematkan itu,” sambungnya.
Jika seenaknya disematkan, kata Bendahara Partai Gerindra dan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim, hal tersebut tentunya akan merugikan ulama dan gus yang sebenarnya.
“Tentunya sebagai santri, kita tidak terima kalau sembarangan digunakan ke hal-hal yang tak bisa dipertanggungjawabkan,” pungkasnya. (ari)