Surabaya, MercuryFM – Proses peradilan dua terdakwa tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yaitu Abdul Haris selaku Ketua Panpel Arema FC dan Suko Sutrisno selaku Safety & Security Officer (steward) telah sampai pada agenda sidang Pembacaan Vonis, di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (9/3/2023).
Sidang Pembacaan Putusan pertama dengan jenis perkara Menyebabkan Mati atau Luka-Luka karena Kealpaan, dengan terdakwa Abdul Haris, yang sidangnya dipimpin Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad Shidqi Hamsya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diketuai oleh Rahmat Hary Basuki ini mulai dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Abdul Haris, terbukti secara sah dan meyakinkan karena kealpaan menyebabkan orang lain mati, luka berat dan menyebabkan orang lain terluka sedemikian rupa. Menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad.
Menyikapi vonis tersebut, Terdakwa Abdul Haris dan tim pengacaranya menyatakan pikir-pikir. Ketika diwawancara oleh awak media seusai sidang, Abdul Haris menyatakan bahwa pihaknya belum melihat secara penuh apa yang diputuskan oleh majelis hakim.
“Tapi sementara ini kita pikirkan lagi. Semua yang berkaitan dengan sepak bola, kalau semua dilimpahkan ke kita kan tidak adil. Semua harus ikut bertanggung jawab,” tandas Haris saat meninggalkan ruang sidang.
Sidang putusan dari tragedi yang menyebabkan sebanyak 135 orang suporter meninggal dunia ini juga ditanggapi oleh salah satu anggota tim pengacara, Eko Hendro Prasetyo.
“Kita pikir-pikir. Saya kira majelis sudah jeli, tapi beliau lupa ada satu pertimbangan yang tidak diutarakan, bahwa pintu keluarnya suporter waktu keluar setelah pertandingan, itu tertutup asap (gas air mata)”, ungkap Eko singkat.
Sedangkan untuk Sidang Pembacaan Putusan yang kedua dengan terdakwa Suko Sutrisno, dimulai pukul 13.15 WIB.
Majelis Hakim dalam sidang ini tidak bisa menerima ketidaktahuan Terdakwa bahwa 14 pintu stadion untuk keluar-masuk suporter sebenarnya bisa difungsikan dengan baik. Sehingga menurut pihaknya, semestinya tidak ada alasan apapun untuk terdakwa demi mengantisipasi terjadinya kondisi yang terburuk sekalipun.
Namun berbeda pendapat dengan JPU, yang menyatakan terdakwa tidak mempunyai alasan untuk diringankan hukumannya, Majelis Hakim masih mempertimbangkan hal-hal antara lain Pertama, Panpel sempat mengabulkan permintaan dari kepolisian untuk memajukan jadwal pertandingan atas alasan keamanan, dan mengajukannya ke PT. Liga Indonesia Baru (LIB). Walaupun itu ditolak oleh PT. LIB, karena berbenturan dengan kepentingan bisnis semata dan telah terikat kontrak dengan Indosiar. Hal itu disayangkan majelis hakim yang memandang PT. LIB hanya menjadikan pemain, ofisial dan para suporter sebagai obyek semata, sehingga mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan. Kedua, tragedi tersebut dipicu oleh turunnya suporter dari tribun ke ruang ganti pemain hingga ke stadion, sehingga petugas keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter.
“Tiga, bahwa terdakwa belum pernah dijatuhi pidana. Empat, bahwa terdakwa telah lama mengabdi di dunia persepakbolaan sebagai steward. Walaupun tidak memahami tugas dan tanggung jawab selaku petugas keamanan dan keselamatan, terdakwa tetap bersedia ditunjuk sebagai panggilan jiwa, walau honornya sangat kecil sekali,” kata Hakim Ketua.
“Mengingat pasal 359 KUH Pidana, pasal 360 ayat 1 KUH Pidana, dan pasal 360 ayat 2 KUH Pidana, serta peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Suko Sutrisno) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun,” kembali Abu Achmad Shidqi Hamsya memutuskan di sidangnya. (ron)