Jombang, MercuryFM – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Tasyakuran Satu Abad NU dan Doa untuk Muassis-Masyayikh Nahdlatul Ulama, di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Kamis malam (16/2/2023). Para kiai sepuh hadir dalam pertemuan terbatas ini.
Ketua PBNU yang juga juru bicara acara ini, Alissa Qotrunnada Munawaroh mengatakan, perhelatan ini menjadi forum para kiai, khususnya yang berada dalam struktur jam’iyah NU.
“Jika beberapa waktu lalu (7 Februari 2023) adalah perayaan bagi jemaah, maka forum sekarang ini adalah forumnya jam’iyyah. Pesertanya sebagian besar para pengurus NU,” kata perempuan yang akrab disapa Alissa Wahid ini.
Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga agenda utama yang dibahas dalam kesempatan ini. Pertama, kirim doa untuk para muassis (pendiri) dan masyayikh (sesepuh) NU sebagai wujud terima kasih atas limpahan berkah satu abad organisasi ini. Kedua, tasyakuran harlah ke-100. Ketiga, penyampaian harapan para kiai sepuh untuk NU yang mulai menempuh perjalanan di abad kedua ini.
Harapan-harapan dan rekomendasi tersebut akan dicatat dan menjadi acuan penting bagi PBNU dalam mengelola organisasi untuk masa khidmah 2022-2027.
“PBNU akan menindaklanjuti, dengan memilah mana yang merupakan fundamen, mana yang masuk kategori strategi, dan mana yang mesti masuk menjadi bagian dari program prioritas NU ke depan,” tambah putri sulung Gus Dur ini.
Terkait alasan tempat, Alissa menilai Pondok Pesantren Tebuireng adalah pilihan yang tepat. Di pesantren inilah, pendiri NU, Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dimakamkan bersama para kiai sepuh lainnya. Tanpa mengurangi rasa takzim pada para pendiri NU dari daerah lain, Tebuireng adalah simbol tentang semangat kembali ke akar.
“Tebuireng adalah sentrumnya NU. Inilah tempat yang paling tepat,” ujarnya.
Kegiatan dimulai dengan pembacaan tahlil dan istighotsah di area makam keluarga Tebuireng, tempat KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, KH. Yusuf Hasyim, KH. Abdurrahman Wahid dan KH. Sholahuddin Wahid dikebumikan. Pembacaan istighotsah dan tahlil dipimpin oleh KH. Masduki Abdurrohman Al Hafiz dan KH. Muhammad Idris Hamid.
Menurut Alissa, ada sekitar 400 peserta, termasuk para kiai sepuh, yang merupakan jajaran mustasyar dan syuriyah PBNU dan PWNU se-Pulau Jawa.
Sejumlah ulama yang hadir, di antaranya KH. Abdul Hakim Mahfudz, pengasuh Pesantren Tebuireng-Jombang, KH. Nurul Huda Djazuli, pengasuh Pesantren Ploso-Kediri, KH. Anwar Manshur, pengasuh Pesantren Lirboyo-Kediri, KH. Anwar Iskandar, pengasuh Pesantren Berasan-Muncar Banyuwangi, KH. Ali Akbar Marbun, pengasuh Pesantren Al-Kautsar Kota Medan, KH. Cholil As’ad Syamsul Arifin, pengasuh Pesantren Sukorejo-Situbondo, KH. Abdullah Ubab Maimoen, pengasuh Pesantren Sarang-Rembang, Rais Aam PBNU, KH. Miftachul Akhyar, dan Katib Aam PBNU KH. Akhmad Said Asrori. Sedangkan KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyampaikan sambutan dan harapannya secara daring melalui aplikasi Zoom.
Selain digelar di level pusat, peringatan hari lahir (harlah) Satu Abad NU juga semarak di tingkat kepengurusan wilayah dan cabang NU di berbagai daerah di Indonesia.
“Jika ada peringatan-peringatan serupa, itu wajar, karena memang PBNU mengimbau struktur NU di semua tingkatan untuk menyemarakkan momen Satu Abad NU. Bentuk kegiatannya pun beragam,” jelas Alissa dalam rilis pers PBNU. (ron)