NU versus kekerasan seksual di pesantren

Surabaya, MercuryFM – PBNU yang saat ini sedang dalam masa duet kepemimpinan Rais Aam, KH. Miftachul Akhyar dan Ketua Tanfidziyah, KH. Yahya Cholil Staquf hasil Muktamar NU tahun 2022 melakukan gebrakan dengan memasukkan tokoh-tokoh perempuan masuk dalam struktur kepengurusan PBNU. Ini merupakan hal yang pertama kalinya dalam sejarah NU.

Tercatat nama Alissa Wahid, Khofifah Indar Parawansa dan Ai Rahmayanti dalam kepengurusan Tanfidziyah (harian). Sementara di lingkup Mustasyar (dewan penasehat) terdapat nama Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, dan Machfudhoh Aly Ubaid.

Di jajaran A’wan atau dewan pakar, ada Nafisah Ali Maksum, Badriyah Fayumi, Ida Fatimah Zainal, Faizah Ali Sibromalisi, dan Masriyah Amva. Termasuk pula yang baru saja dibentuk di struktur NU adanya Satgas NU Women di bawah kendali Yenny Wahid.

Ini tentu menjadi harapan besar menjadikan perspektif perempuan akan ikut menentukan arah kebijakan NU ke depan. Karena isu tentang perempuan masih kerap bersinggungan dengan isu-isu agama. Sebut saja salah satu isu yang sedang mengemuka, perlindungan perempuan/anak saat berada di pesantren.

Pesantren dan kekerasan seksual pada perempuan

Merujuk data kekerasan seksual yang dihimpun oleh Komnas Perempuan sepanjang 2015–2021, diketahui bahwa kasus kekerasan di pondok pesantren menempati posisi kedua setelah perguruan tinggi.

Belum lagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada 12 kasus kekerasan seksual selama periode Januari-Juli 2022. Rentang usia korban berada di antara 5-17 tahun. Pondok Pesantren menjadi tempat terbanyak diduga lokasi kekerasan seksual terhadap anak. Di mana berdasarkan catatan KPAI, telah terjadi 5 kasus atau 41,67%. Kemudian, disusul 3 kasus atau 25% terjadi di madrasah tempat mengaji atau tempat ibadah, 2 kasus di SD atau 16,67%, dan masing-masing 1 kasus di SMP.

Sedangkan bagi ormas NU, pesantren merupakan basis pendidikan agama dan budaya yang strategis untuk generasi Nahdliyin dari masa ke masa. Tercatat, RMI (Rabithah Ma’ahid Islamiyah) NU yang merupakan asosiasi pesantren Nahdlatul Ulama memiliki anggota lebih dari 26 ribu pesantren di Indonesia.

Meskipun tak identik bahwa kekerasan seksual terjadi di lingkungan pesantren NU, namun sebagai ormas dengan basis pesantren yang besar tentu menjadi hal yang semestinya dan niscaya, apabila NU punya solusi sekaligus skema pencegahan dari ancaman kekerasan seksual terhadap santri di pesantren.

Bagaimana Satgas NU Women memandang tindak kekerasan seksual yang masih saja terjadi di lingkungan pendidikan yang sakral seperti di pesantren? Konsolidator NU Women, Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid memaparkan bahwa hal yang terpenting adalah tindakan penyadaran perlindungan terhadap perempuan.

“Perempuan punya hak dilindungi keamanannya. Dia punya hak untuk tubuhnya tidak diganggu, bahwa martabatnya dihargai dan dihormati oleh semua. Itu harus ditanamkan pada diri setiap orang, termasuk santri perempuan sendiri. Jadi dia tahu, dia bisa menuntut itu ketika ada orang mencoba melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan pada dirinya, dia bisa menyatakan stop! Saya tidak bisa menerima,” tegas Yenny.

Tanggapan PBNU

Bagaimana PBNU menanggapi hal ini? Wakil Ketua Umum PBNU, KH. Zulfa Musthofa, menyampaikan bahwa PBNU melalui RMI NU mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi santri dari kasus pelecehan seksual, termasuk kasus-kasus kekerasan.

“Ada sebuah desk yang dipimpin oleh KH. Ahmad Hodri (KH. Hodri Ariev, Wakil Ketua RMI NU). Kita tidak ingin ini kemudian mencoreng citra pesantren, walaupun itu harus diakui masih ada. Sebagai sebuah institusi yang sangat besar, kita tahu pesantren dengan ribuan bahkan puluhan ribu santrinya, tentunya para kiai membutuhkan waktu khusus untuk melindunginya. Dan butuh tim bantuan khusus dari PBNU, karena pengasuh dan pengurus pesantren perlu juga diberi asistensi oleh PBNU, bagaimana misalnya melindungi santri yang notabene mayoritas mereka adalah anak-anak usia pelajar yang masih sangat muda,” tutur kiai muda pakar tata bahasa Arab ini.

Ditambahkan Zulfa Musthofa, para pengasuh dan pengurus pesantren dituntut tidak hanya mampu mendidik dengan cara yang baik, namun juga diminta untuk menerapkan sistem yang efektif semisal pemisahan interaksi bagi para santri.

“Di beberapa pesantren sekarang untuk mengurangi terjadinya kekerasan maupun pelecehan seksual itu, misalnya ada pemisahan antara santri yunior dan santri senior. Karena selama ini diamati itu karena seringnya dicampur, maka itu terjadi,” ujar Zulfa ketika diwawancara di Surabaya.

Sistem patriarki dan relasi kuasa

Di sisi lain, bagi KH. Husein Muhammad yang dikenal sebagai kiai yang menggeluti isu kesetaraan gender, kasus pelecehan dan kekerasan seksual dari pengasuh atau pengurus pesantren terhadap santri perempuan yang masih terjadi, tak lepas dari mindset dan sistem yang selama ini melekat erat di institusi pesantren sendiri.

Kiai sepuh yang karib dipanggil Buya Husein ini memandang sistem patriarki yang berlaku pesantren menumbuhsuburkan relasi kuasa yang akhirnya menimbulkan kesewenang-wenangan terhadap para korban.

Bagi pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid sekaligus pendiri Fahmina Institute Cirebon ini, membutuhkan waktu dan perjuangan yang panjang untuk membuka wawasan bahwa teks-teks agama seringkali menjadi sumber legitimasi mindset patriarki yang menjadikan praktik asusila rawan terjadi dalam institusi pendidikan keagamaan.

“Mengapa dilakukan? Apakah karena etika yang salah? Apakah moral yang salah? Ternyata identitas-identitas orang yang kita hormati, kita muliakan bisa melakukan itu,” tandas Buya Husein.

Meskipun terkesan melawan arus, Buya Husein mengaku akan terus berdialog dan menulis tentang sistem pendidikan keagamaan di Indonesia yang masih terkesan patriarkis.

“Untuk membongkar dan mengkritisi cara pandang keagamaan, untuk dikembalikan kepada ciri khas Islam sebagai agama kesetaraan, keadilan dan kesalingan. Saya akan bicara dengan RMI dan Majelis Masyayikh (majelis kiai) yang merumuskan kurikulum di pesantren untuk memasukkan pengajaran yang berbasis kesetaraan gender,” pungkas Husein Muhammad. (ron)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement

Visual Radio

Add New Playlist