Sby,MercuryFM – Jatim mengklaim ketergantungan pada impor mulai berkurang. Dari data yang ada yang disampaikan Gubernur Khofifah Indar Parawansa pada refleksi akhir tahun 2019 di ruang Binaloka kantor Gubernur, sepanjang tahun 2019 pertumbuhan impor Jatim melambat mencapai 9,4 persen. Lebih rendah dibanding 2018 yang tumbuh 15,3 persen.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat penurunan impor terjadi baik pada komoditas migas maupun non migas. Untuk impor migas turun 14,97 persen dari USD 4,645 milliar pada Januari-November 2018, menjadi USD 3,950 milliar tahun 2019.
Meski turun, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengakui hal itu belum begitu signifikan mengurangi current account deficit, atau defisit transaksi berjalan ekspor impor Jatim.
Data BPS Jawa Timur sepanjang Januari-November 2019, defisit neraca perdagangan Jawa Timur masih dikisaran USD 2,73 milliar. Dengan rincian ekspor USD 18,5 milliar dan impor USD 21,3 milliar.
“Penurunan impor ini menjadi perhatian presiden. Impor dikurangi, atau subtitusi industri impor ditingkatkan,” ujar Khofifah.
Pemerintah, kata Khofifah, memang tengah berupaya menekan impor. Caranya dengan menciptakan industri pengganti barang bahan baku impor. Hal itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Mantan menteri sosial itupun optimis, defisit neraca perdagangan Jawa Timur bisa terus ditekan. Salah satunya dengan kehadiran beberapa kilang minyak yang akan dibangun di Jawa Timur.
“Kalau misalnya di Tuban (kilang minyak) bisa berjalan itu bisa menambah industri subtitusi kita,” ungkapnya.
Sementara di tempat sama, Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah mengatakan, penurunan impor Jawa Timur penyebabnya adalah korporasi yang menahan pengiriman barang ke dalam negeri.
“Ini selaras dengan data Bank Indonesia yang menyebut pertumbuhan kredit korporasi melambat turun pada tahun ini dan ini berpengaruh pada impor,” katanya.
Menurut laporan tahunan Bank Indonesia, pertumbuhan kredit korporasi pada perbankan di Jawa Timur triwulan III 2019 tercatat 5 persen, lebih rendah dari triwulan II 2019 yang mencatat 10,4 persen.
Melambatnya pertumbuhan kredit korporasi ini paling utama disebabkan oleh Kredit Modal Kerja (KMK) yang melambat dari triwulan pertama. Pada triwulan III 2019 pertumbuhan KMK hanya 10,8 persen. Lebih rendah dari triwulan I 2019 yang mampu membukukan 14,1 persen.
Perlambatan KMK korporasi didorong oleh sektor industri pengolahan antara lain disebabkan oleh sub sektor Industri Percetakan (dari tumbuh 18,9 persen-yoy menjadi 11,1 persen, yoy). Kemudian industri pengolahan makanan, yakni Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan dan Biota Perairan Lainnya (dari tumbuh -8,9 persen -yoy menjadi 15,4 persen, yoy) dan Industri Pengolahan, Pengawetan Buah-buahan dan Sayuran (dari tumbuh 28,5 persen yoy menjadi -0,1 persen, yoy).
Selain industri pengolahan, perlambatan KMK korporasi sektor perdagangan besar dan eceran juga melambat, yang disebabkan oleh sub sektor Perdagangan Dalam Negeri. Makanan, Minuman dan Tembakau Lainnya (yakni dari31,2 persen, yoy pada triwulanII 2019 menjadi19,3 persen pada periode sama). Hal ini sejalan dengan deselerasi penyaluran kredit di sektor industri pengolahan makanan dan minuman. (ari)