Surabaya, MercuryFM – Terkait rencana Gubernur Jatim yang akan melakukan impor garam, Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Indonesia meminta Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa untuk menghentikan rencana impor.
Hal ini penting untuk diperhatikan, karena sampai saat ini stok garam masih menumpuk, baik di Jawa Timur maupun nasional.
Ketua HMPG Indonesia, Mohammad Hasan mengungkapkan, rencana Gubernur Jatim pada tahun ini impor garam sebanyak 3,07 juta ton pada tahun ini, dirasa berlebihan dan tidak sesuai dengan logika. Karena importir garam di Indonesia kebanyakan dari Jatim, sehingga peran Gubernur sangat besar untuk mengatasi masalah yang dihadapi petambak ini.
“Kalau Bu Gubernur menyetop impor, semua akan berhenti. Kalau pun sudah datang di pelabuhan tapi tidak akan bisa bongkar. Kalau masalah impor beras sudah bisa diatasi, kenapa garam tidak bisa? Jadi kami memohon Bu Gubernur mendengarkan keluhan kami,” kata Hasan di Surabaya, Senin (29/3/2021).
Hasan menjelaskan, kuota impor garam sebesar 3,07 juta ton pada 2021 ini adalah sesuatu yang berlebihan. Karena, stok garam pada 2020 lalu sampai saat ini masih menumpuk. Total stok 1,2 juta nasional dan 600 ribu ton atau separuhnya berada di Jatim. Dari 600 ribu ton yang ada di Jatim itu, paling banyak di Sampang sebesar 325 ribu ton.
“Itu stok di luar yang ada di PT. Garam ya. Di PT. Garam sendiri, stok 2019 masih 150 ribu ton, pada 2020 sebesar 100 ribu ton. Jadi total di PT. Garam sendiri ada 250 ribu ton,” jelasnya.
Dengan stok yang masih ada, dan ditambah dengan perkiraan produksi garam di tahun ini sebesar 3 juta ton, maka impor tidak perlu terlalu banyak. Karena kebutuhan garam nasional baik untuk industri dan konsumsi rumah tangga sebesar 4,2 juta ton.
“Boleh impor, tapi stok yang ada di gudang-gudang petani itu harus diserap dengan harga layak,”paparnya.
Harga layak, kata Hasan di kisaran 900 hingga 1.000 rupiah per kilogram. Dan sejak tahun lalu, harga sangat anjlok, di kisaran 300 hingga 350 rupiah per kilogram, bahkan di awal 2020 pernah di harga 250 rupiah per kilogram. Padahal, biaya operasional petambak, kata Hasan, antara 450 hingga 500 rupiah per kilogram.
“Jelas petani merugi. Dan mereka sudah tidak mau lagi menggarap lahannya,” ungkapnya.
Padahal lahan tambak garam di Jatim ini sangat luas. Dari 26 ribu hektar lahan tambak garam yang ada di Indonesia, 11 ribu hektar berada di Jatim dan yang terbesar di Madura.
Karenanya, pemerintah diharapkan bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Sama seperti Bulog yang bertugas sebagai pengendali dan pengawas stok beras, maka PT. Garam diharapkan juga menjadi pengendali dan pengawas stok garam.
“Serta jadi stabilisator harga. Kalau tidak, kasihan petani kita ini,” ujar Hasan.
Karena, saat ini para petambak garam sebenarnya sudah mulai meningkatkan kualitas produksinya. Sehingga hasil produksi garam lokal ini bisa terserap industri dengan baik. Bahkan hingga saat ini 30 persen hasilnya sudah diserap industri.
“Tinggal kita lakukan pembinaan lagi agar kualitas terus ditingkatkan,” jelasnya. (dani)