Sby,MercuryFM – (YOGYAKARTA) Keberadaan Badan Kehormatan (BK) di DPRD provinsi maupun DPRD kota – kabupaten harus lebih maksimal lagi, khususnya di Jatim. Untuk itu perumusan untuk mempertegas penegakan kode etik bagi para legislator harus dilakukan. Jangan sampai kesalahan beberapa oknum justru membuat kepercayaan kepada lembaga perwakilan rakyat menurun.
“Masih banyak masukan ke kami, dimana BK belum bekerja maksimal. Maka sudah saatnya Jatim melakukan perumusan bersama penegakan kode etik bagi legislator, khususnya di Jatim baik DPRD Jatim maupun kota – kabupaten di Jatim,” ujar Agus Wicaksono Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Jatim disela acara Forum Komunikasi BK DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang berlangsung di Yogyakarta, Jumat (27/11/20).
Selama ini, Agus tidak menampik BK sedikit kesulitan menegakkan kode etik. Banyak penghambatnya, mulai dari kesamaan partai politik, ideologi, hingga kepentingan.
“Kami agak kesulitan ketika akan menertibkan, karena objek dan subjek dewan sendiri,” kata dia.
Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini berharap ada banyak masukan terkait penegakan kode etik bagi legislator. Melalui forum komunikasi ini, semua masukan itu akan dijaring semaksimal mungkin.
“Kami akan bersama bagaimana meneguhkan kinerja DPRD khususnya BK. Kami segera segera merumuskan kode etik, sehingga ada pedoman di dalam mengambil langkah ketika memang ada anggota DPRD ada pelanggaran etika,” ungkapnya.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang hadir memberikan keynote speaker mengatakan, keberadaan kode etik ini hal yang biasa dalam penegakan etika.
Sejumlah profesi juga memiliki badan kehormatan untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran etika. Misalkan didunia kedokteran, ada majelis disiplin dan ada dewan kehormatan.
“Kalau (majelis) disiplin itu pelanggaran ilmunya. Kalau (dewan) kehormatan itu pelanggaran etikanya. Pelanggaran disiplin menurut prosedur-prosedur yang ditentukan, wah dia tidak disiplin. Lalu nanti ada kehormatan lebih pada etik. Lah itu yang menjembatani antara sesuatu yang tidak bisa dihukum dengan undang-undang tetapi dihukum berdasarkan etik,” kata Mahfud.
Biasanya, kata Mahfud, hukuman pada badan kehormatan bentuknya peringatan, dan teguran. Namun tidak menutup kemungkinan jika sudah parah bisa dihukum, yakni berupa pemecatan.
“Kalau ternyata oh ini terbukti secara sah dan meyakinkan, usulkan ke ketua atau kelembaganya ini dipecat. Ada undang-undangnya. Barangsiapa oleh majelis kode etik atau dewan kehormatan dinyatakan bersalah dengan kategori berat diusulkan pemecatan,” tegasnya.
Pun demikian, Mahfud mengingatkan penerapan kode harus sesuai mekanisme.
“Tidak bisa kode etik itu langsung dikukuhkan, harus ada mekanisme yang sifatnya internal,” tandasnya.
Menanggapi persoalan Badan Kehormatan (BK) di DPRD provinsi maupun DPRD kota kabupaten khususnya di Jatim, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak menegaskan memang harus ada perumusan yang jelas dalam penegakan kode etik bagi legislatoor yang ada.
Namun Yg perlu diingat kata Sahat keberadaan DPRD provinsi dan kota kabupaten tidak hanya terikat pada Fraksi yang merupakan kepanjangan tangan partai namun juga aturan aturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Ini beda dengan DPR RI yang bisa lebih leluasa keberadaan BK nya. Namun kita harus tetap membuat perumusan yang pas sehingga BK bisa maksimal dalam menegakkan kode etik untuk legislator di daerah,” pungkasnya. (ari)