Surabaya, MercuryFM – DPRD Jatim ingatkan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa beserta seluruh jajarannya di eksekutif, agar segera memperbaiki kinerja pemerintahan jika tidak ingin mengalami kegagalan dalam menjalankan roda pemerintahan di Jatim periode 2019-2024.
Ini menyusul banyaknya permasalahan yang belum terselesaikan oleh Gubernur dan jajarannya di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibawah Sekdaprov Jatim, Heru Tjahjono
“Tupoksi DPRD Jatim adalah membuat legislasi, budgeting dan evaluasi kinerja eksekutif. Kami yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintah provinsi Jawa Timur tentu tak ingin mengalami kegagalan dalam menjalankan amanah yang telah diberikan oleh rakyat,” kata Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Kamis (22/7/2021).
Menurut Kusnadi, silang sengkarut birokrasi di Pemprov Jatim harus segera dibenahi. Jika tidak, justru akan menjadi bumerang yang dapat menjerumuskan Gubernur Jatim dalam kegagalan memimpin provinsi Jawa Timur.
Tolak ukur tidak bekerjanya mesin birokrasi Pemprov Jatim dengan baik, lanjut Kusnadi, terlihat dari semakin banyaknya pekerjaan rumah yang kian menumpuk, padahal harus berpacu dengan waktu untuk segera diselesaikan. Akibatnya, roda pemerintahan Provinsi Jatim terkesan stagnan sehingga masyarakat juga akan menerima dampak yang kurang positif.
Di antara contoh PR yang harus diselesaikan, kata Kusnadi, adalah tindak lanjut dari rekomendasi dan opini BPK terkait laporan hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara di lingkungan Pemprov Jatim.
“Mekanisme yang harus dilakukan setelah BPK memberikan opini adalah Pemprov Jatim segera melakukan perhitungan anggaran. Harapannya, bulan Agustus 2021 sudah bisa dilakukan pembahasan P-APBD Jatim 2021. Tapi faktanya penghitungan anggaran itu tak kunjung diselesaikan hingga saat ini,” terang Kusnadi.
Padahal setelah merampungkan P-APBD 2021, tugas selanjutnya Pemprov Jatim adalah mempersiapkan Rancangan APBD Jatim 2022 yang biasanya dimulai pada bulan September melalui penyerahan KUA PPAS kepada DPRD Jatim.
“Makanya saya berani pastikan jika kinerja Pemprov masih seperti ini, pembahasan APBD Jatim 2022 akan molor bahkan terancam tak dapat insentif dari pemerintah pusat,” beber Kusnadi.
Di sisi lain, Pemprov Jatim juga tak kunjung menindaklnjuti kesepakatan untuk tidak lagi menjadikan RPJMD Jatim 2019-2024 sebagai tolak ukur kinerja Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam melaksanakan program-program pembangunan di Jatim.
“Karena ada pandemi COVID-19 yang tak kunjung selesai, kita juga sudah memikirkan bahwa RPJMD Jatim 2019-2024 itu sulit tercapai sehingga perlu direvisi. Tapi sampai saat ini konsep revisinya tak pernah ada, ini bahaya lho bagi seorang kepala daerah sebab pertanggungjawaban beliau harus mengikuti RPJMD yang masih berlaku (tak ada direvisi),” tegas ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Sejumlah kepala daerah baik di Jatim maupun di Indonesia, lanjut Kusnadi, juga sudah merevisi RPJMD-nya karena mereka tahu sulit mewujudkan paska Indonesia dilanda pandemi COVID-19 yang hingga saat ini belum selesai.
“Kita sudah mengingatkan tapi mau gimana lagi, mereka seolah menganggap enteng dan santai-santai saja. Padahal jika revisi RPJMD itu dilakukan setahun jelang masa jabatan berakhir, jelas tidak mungkin karena ini berkaitan dengan kesinambungan,” bebernya.
Kusnadi menyarankan supaya Gubernur Khofifah fokus pada upaya pengendalian COVID-19. Sedangkan urusan internal pemerintahan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menjaga kondisi Jatim tetap stabil, serahkan saja pada Sekdaprov.
“Silakan saja Gubernur Khofifah keliling Jatim untuk memberikan penguatan dan dukungan moral kepada masyarakat. Tapi jangan sampai melupakan pondasi utama rumah (Pemprov) yang ditinggalkan menjadi terbengkalai. Sebab yang bertanggungjawab sesuai regulasi itu adalah kepala daerah,” ingatnya.
Ia mengakui kendala yang dialami Pemprov Jatim cukup kompleks. Mengingat, status Plh Sekdaprov Jatim sehingga menjadi kurang leluasa dalam mengambil kebijakan internal. Di sisi lain Sekda adalah pemimpin tertinggi dalam rangka pembinaan ASN.
“Tapi karena kepala daerah lebih super power sehingga jabatan sekda digunakan sebagai alat untuk mendukung kepentingan politik sehingga dipilih dari pejabat karier fungsional untuk mengisi jabatan Plh Sekdaprov Jatim,” ungkapnya.
Pimpinan DPRD Jatim, lanjut Kusnadi, sudah bertemu dalam sebulan terakhir dengan Gubernur Khofifah salah satu agenda utamanya adalah menyangkut persoalan dan kegelisahan DPRD Jatim, terkait evaluasi kinerja Pemprov Jatim yang tak kunjung membaik.
“Saya kebetulan tidak ikut karena sedang menjalani isolasi mandiri akibat terpapar COVID-19. Mungkin Gubernur Jatim terlalu sibuk sehingga lupa, makanya melalui teman-teman media saya ingin mengingatkan kembali agar kinerja Pemprov Jatim bisa segera membaik,” tambahnya.
Sebagai gambaran, hingga awal Juli 2021 berdasarkan laporan Kemendagri realisasi atau penyerapan anggaran APBD Jatim masih di bawah 30% bahkan di bawah Provinsi Kaltara dan Papua.
“Makanya saya memprediksi serapan realisasi anggaran APBD Jatim 2021 tidak lebih dari kisaran 80 persen. Sebab dengan sisa waktu yang ada gak akan bisa diserap maksimal kalau penggunaan anggaran sesuai koridor aturan yang ada. Itu kegagalan siapa? Ya Gubernur, sebab DPRD Jatim sudah mengingatkan berulang kali,” pungkas Kusnadi. (ari)