Mojokerto, MercuryFM – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Anik Maslachah mengatakan Jatim adalah buffer stock nasional. Ada 5 komoditas yang memberikan sumbangsih yaitu beras, daging, gula, jagung dan telur.
“Selain itu komoditi kopi, kami berharap ekspansinya ditambah tidak hanya di Lumajang saja, sehingga bisa menjadi buffer stock dari Jatim,” ujar Anik saat menghadiri Rapat Kerja (Raker) Ke-2 Pokja Wartawan DPRD Jatim menggelar di Hotel Grand Whiz, Trawas, Kabupaten Mojokerto, Sabtu (20/2/2021).
Politisi PKB ini menilai, industri makanan dan minuman yang paling laku adalah kopi. Ini terlihat dari banyaknya kafe-kafe yang mulai bermunculan.
“Lalu kenapa tidak kita kembangkan untuk hal ini. Yang menjadi pertanyaan besar, apakah sudah seefektif mungkin kita dianggap sebagai buffer stock industri perekonomian secara nasional terhadap kesejahteraan paling tidak indikatornya Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” jelasnya.
Anik mengaku kurang yakin jika IPM Jatim tertinggi se-Jawa. Menurutnya IPM Jatim masih berada di bawah Jawa Tengah.
“Dari 34 provinsi, Jatim ada pada peringkat 15-an, sementara kita ini adalah buffer stock. Pertanyaannya dimanakah yang kurang efektif, skema, Standar Operasional Prosedur (SOP), mekanisme yang kurang matang atau ada penghambur-hambur uang yang dampaknya benefit kurang menggigit. Ini sebenarnya bukan hanya kesalahan eksekutif, tapi juga legislatif. Bisa saja penempatan formulasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) yang salah,” terangnya. (ari)
Lebih lanjut Anik mengatakan tantangan masyarakat dan pemerintah Jatim saat ini adalah masalah disparitas. Menurutnya sumbangsih perekonomian industri besar angkanya nomor tiga tapi angkanya nomor satu.
“Ini harus dikembalikan dari sektor riil. Kemudian pertanian terhadap tenaga kerja nomor satu tapi untuk finansial nomor tiga. Satu sisi kita dihadapkan bonus demografi. Salah satu solusinya adalah lakukan industri padat karya bukan padat mesin. Ini yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini,” tegasnya.
Menurut Anik sebenarnya DPRD memiliki Perda tentang pemberdayaan masyarakat, kemudian ketahanan pangan. Namun menurutnya perda ini masih sebatas macan kertas dan implementasinya belum maksimal.
“Solusinya kita bisa mengakses program nasional yakni gerakan pangan lokal. Kalau gerakan ini masif maka kita tidak perlu impor. Tentu harus ada policy tambahan untuk menjadi intervensi oleh pemerintah,” tuturnya.
Anik mengaku prihatin dengan anggaran pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim khususnya untuk bibit terus dikurangi setiap tahunnya. Ia berharap anggaran ini bisa ditambah.
“Padahal salah satu penyebab pertanian kita hanya survive karena bibitnya tidak unggul,” pungkasnya. (ari)