Sby, MercuryFM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasikan wilayah Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) ditambah Pasuruan dan Lamongan belum layak memberlakukan new normal. Dari hasil kajian epidemilogis angka penambahan kasus baru terkonfirmasi positif terus bertambah banyak.
“Sebagai orang kesehatan dan ilmuan, menurut saya belum layak masuk new normal. Namun IDI tidak bisa berbuat apa-apa bila ada pertimbangan lain terhadap wilayah tersebut. Sehingga sekarang tanggungjawab tersebut dikembalikan kepada masyarakat,” ujar ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim dr Sutrisno usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi E DPRD Jatim, Senin (29/06/20).
Menurut Sutrisno, sikap masyarakat yang masih kurang patuh dan abai terhadap protokol kesehatan justru akan membuat penyakit corona semakin lama, bahkan bisa menjadi endemi di Jatim dan kian membahayakan bagi orang-orang yang memiliki kormorbid (penyakit bawaan).
“Mestinya orang yang memiliki komorbit itu bisa hidup lebih lama tapi karena adanya covid-19 sehingga umurnya jadi lebih pendek,” dalih Sutrisno.
Di sisi lain, tugas RS juga akan semakin berat karena orang yang terpapar covid-19 jumlahnya akan semakin banyak dan waktunya tahunan, sehingga RS dituntut melakukan redisign mulai dari software maupun hardwere, IT, Keuangan, SDM untuk dibagi dua yakni khusus covid-19 dan non covid-19.
“Inilah tantangan baru bagi insan kesehatan maupun pemerintah untuk menyesuaikan kondisi dengan covid-19,” ungkapnya.
Sementara itu terkait kondisi tenaga kesehatan (Nakes) dijatim saat ini, Sutrisno menjelaskan berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, jumlah dokter yang terpapar covid-19 berdasarkan hasil Swab/PCR di luar Surabaya ada sebanyak 76 orang dan yang meninggal sebanyak 10 orang. Kemudian untuk perawat ada sebanyak 106 orang dan meninggal dunia sebanyak 10 orang. Sedangkan untuk bidan yang terpapar covid-19 sebanyak 52 orang dan meninggal dunia sebanyak 2 orang.
“Informasi itu berdasarkan laporan organisasi IDI, dan tentunya kalau ditambah dengan Kota Surabaya mungkin akan lebih banyak lagi nakes yang terpapar dan menjadi korban covid-19,” kata Ketua IDI Jatim dr Sutrisno usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi E DPRD Jatim, di jalan Indrapura Surabaya, Selasa (30/06/20).
Menyikapi fenomena tersebut, IDI Jatim menyarankan agar tenaga kesehatan harus mendapatkan prioritas. Kenapa? sebab jika diibaratkan perang maka tentaranya adalah para tenaga kesehatan itu.
“Jadi kalau ingin perang ya tentaranya harus diopeni atau diperhatikan yang bagus supaya mereka bisa terus memberikan pelayanan dengan baik,”ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga menyarakan supaya dilakukan screening rutin bagi para nakes baik yang menangaani langsung pasien covid-19 maupun tidak.
“Yang positif rapid test ya diistirahatkan dulu untuk isolasi dan setelah kondisinya baik baru memberikan layanan lagi. Sebab jika nakes sampai sakit tentu bisa menularkan ke keluarga maupun pasien,” kata Sutrisno.
Tidak lupa, kata Sutrisno para nakes yang bekerja di RS pemerintah maupun RS swasta yang memberikan pelayanan covid-19 diharapkan juga diberikan insentif oleh pemerintah, syukur-syukur dapat ansuransi.
Sayangnya, insentif yang sudah dialokasikan pemerintah itu penyerapannya sangat rendah karena administrasinya sangat rumit padahal itu menjadi hak nakes.
“Saya dapat informasi banyak nakes yang belum mendapatkan insentif karena penyerapannya masih 1, % masih sangat jauh sekian triliun anggaran yang sudah disiapkan pemerintah,” ungkap ketua IDI Jatim.
Yang paling penting dan tak boleh dilupakan menurutnya adalah nakes kita harus dilindungi dari stigma masyarakat karena banyak nakes yang kembali ke keluarga ditolak bahkan jenazahnya juga ada penolakan.
“Harusnya mereka mendapat apresiasi bukan malah ditolak,” harap Sutrisno.
Sementara itu menanggapi hal ini, wakil ketua Komisi E DPRD Jatim Hj Hkmah Bafaqih menyatakan banyak masukan yang diberikan IDi dan menjadikan koordinasi antar instansi menjadi lebih baik lagi.
Ia mencontohkan, soal jumlah mortalitas (kematian) nakes ternyata versi IDI lebih banyak dibanding yang dilaporkan Satgas Covid-19 Jatim.
“Laporan Dinkes Jatim hanya ada 8 nakes yang meninggal karena covid-19. Tapi versi IDI Jatim justru menjadi 22. Nah inilah gunanya mempertemukan mereka tadi,” jelas politisi asal PKB.
Selama ini katanya yang dilaporkan Dinkes itu hanya data dari laboratorium rumah sakit. Berarti ada nakes yang sebelumnya tidak dilaporkan.
“Ini khan kasihan, karena tak dilaporkan mereka (nakes) yang meningal tidak mendapatkan uang duka dan tidak mendapatkan apresiasi selayaknya,” harap Hikmah.
Politisi asal Malang ini juga menyayangkan rendahnya serapan dana insentif bagi nakes yang menagani covid-19, hingga kemenkes dan presiden marah-marah karena serapannya masih 1,53%.
“Dari keterangan Kadinkes Jatim datanya baru terkirim 10 hari lalu karena prosesnya panjang khususnya bagi nakes di Rumah Sakit dan puskesmas swasta,” jelas Hikmah Bafaqih.
Polotisi PKB ini juga bersyukur, sebagian daerah juga mau mengalokasikan angaran untuk membantu riset dan pembuatan journal international terkait penanganan covid-19 yang banyak dilakukan mahasiswa kedokteran di Jatim, mulai dari uang semester dan riset dibantu hingga 50% hingga didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan oleh kampus.
“Itu keterangan dari para direktur rumah sakit yang ada di Jatim,” pungkas Hikmah. (ari)