Surabaya, MercuryFM – Pandemi Covid-19 yang masih melanda seluruh dunia, membuat perekonomian menjadi tidak menentu. Seperti diakui Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, aktifitas ekspor di Jatim selama pandemi Covid-19 terkendala dengan kelangkaan kontainer. Akibatnya, banyak produk ekspor yang kehilangan akses pengiriman ke luar negeri.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi Jatim melakukan berbagai strategi untuk meningkatkan perekonomian regional, seperti aktifitas ekspor dan misi dagang yang mengoptimalkan perdagangan antarpulau.
Tidak tanggung-tanggung, Khofifah menyebut Jatim di saat pandemi Covid-19 di tahun 2020, perdagangan sektor antarpulaunya surplus hingga Rp91 triliun. Namun, ekspor luar negeri mengalami defisit Rp8,1 triliun.
Ditekankan Khofifah, defisit produk ekspor tersebut bukan disebabkan hilangnya target pasar, namun terkendala pengiriman karena kelangkaan kontainer sejak pertengahan tahun lalu.
“Sesungguhnya ekspor kita defisit bukan karena market, tapi karena kesulitan kontainer sejak Juli lalu. Sudah kita sampaikan ke Presiden, dan ternyata itu dialami negara-negara ASEAN yang lain,” kata Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Kamis (20/5/2021).
“Dapat info butuh 600 kontainer untuk furniture, tapi problem ekspor kita ketersediaan kontainer. Ada yang kemarin kehilangan akses ekspor 10.000 ton karena tidak ada kontainer. Ada ketergantungan untuk membangun konektivitas ekspor produk kita,” tambahnya.
Saat potensi ekspor menurun di masa pandemi, menurut Khofifah, geliat perdagangan antarpulau menjadi peluang besar bagi produk Jatim. Ini terlihat dari jumlah surplus yang mencapai Rp91 triliun dari program Misi Dagang.
Ia menceritakan, bagaimana dolomit hasil pelaku industri di Gresik, sukses dipasarkan di Kalimantan Barat. Karena ternyata, selama ini dolomit di Kalbar dipasok langsung dari Rusia. Padahal secara kualitas, dolomit dari Gresik tak kalah dengan produk impor.
“Saya membawa tim dolomit Gresik ke Kalbar, ternyata 100 persen dolomit Kalbar dari Rusia. Sumut juga. Padahal kualitas kita juga bagus, mereka tanya kok bisa dolomit kita sangat putih warnanya. Jadi meskipun sudah ada di e-catalog, tapi pertemuan dagang tetap penting,” ujarnya.
Untuk itu, Pemprov Jatim rutin mengadakan Virtual Business Meeting dengan Bank Indonesia dan Diaspora Indonesia. Upaya ini dianggap cukup ampuh untuk mempertemukan pelaku bisnis terutama pelaku UMKM dengan target market.
“Bulan lalu sudah ada hasilnya, seminggu empat kali kargo Garuda rata-rata terisi 40 persen produk UMKM. BI punya pondok kurasi, Pemprov punya rumah kurasi untuk quality control produk UMKM. Saat pandemi cukup sukses. Yang hampir tidak bisa mencicil KUR-nya tiba-tiba dapat market dari Texas. Dari Malang dapat order dari UEA, macam-macam. Krispi satu bulan satu ton,” paparnya.
Khofifah menilai, pandemi memang membuat produk tidak bisa dipasarkan secara langsung. Namun yang terpenting adalah tetap mempertemukan pelaku industri dengan target pasar, salah satunya melalui cara virtual. (dani)