Sby,MercuryFM – Sidang gugatan perbuatan melawan hukum Citizen Law Suit (CLS) dari seorang warga bernama Hermanto kepada Pemerintah Kota Surabaya, DPRD Kota Surabaya, dan Kepala BPN Kota Surabaya, Rabu (20/11/2019), di Pengadilan Negeri Surabaya, memasuki agenda pemeriksaan saksi dari penggugat intervensi yakni PT. Ciputra Kirana Dewata.
Sidang di Ruang Sari 2 yang dimulai pada pukul 10.00 WIB ini menghadirkan Sigit Prasetyo sebagai saksi tergugat intervensi.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Sigit Prasetyo yang merupakan mantan karyawan PT. Ciputra Surya menjelaskan hal-hal terkait dengan eksekusi lahan yang terjadi pada tahun 2015. Sigit mengaku saat itu bertugas melakukan sosialisasi kepada warga sebelum dilakukan eksekusi. Terutama kepada warga yang memiliki tanaman sayur mayur dan warung yang ada di lokasi Waduk Sepat. Sigit menjelaskan kalau dia sendiri yang menyerahkan uang ganti rugi kepada warga yang terdiri 12 orang pemilik warung dan 7 orang pemilik tanaman.
Sebagai saksi tergugat intervensi, Sigit juga menceritakan upaya PT. Ciputra untuk melakukan perbaikan saluran air di permukiman warga, yang sebelumnya sering banjir karena ukuran saluran terlalu kecil untuk menampung debit air yang melewati saluran warga. Tidak hanya itu, Sigit menambahkan, perusahaan perumahan ini juga telah membangun sejumlah fasilitas umum seperti mushala, lapangan futsal, serta balai pertemuan.
Sigit juga menerangkan rencana pembangunan kawasan yang disebut Waduk Sepat, tidak seluruhnya akan dibangun perumahan. PT. Ciputra dalam perencanaannya hanya memanfaatkan sebagian untuk perumahan, sedangkan sebagian besar lainnya berupa ruang terbuka hijau dengan waduk buatan yang akan dioptimalkan.
Hal ini sejalan dengan keterangan Saksi sebelumnya, Kholik dan Didit, sebagai warga asli yang tinggal di sekitar lokasi Waduk Sepat. Mereka menyatakan bahwa warga Lidah Kulon telah mengetahui bahwa lahan tersebut telah berpindah kepemilikan kepada PT. Ciputra semenjak adanya tukar guling lahan di tahun 2008. Warga mengetahui hal tersebut berdasarkan sosialisasi yang sudah dilaksanakan sebelum terjadinya ruislag, baik dari pihak Pemerintahan Kota Surabaya dan juga dari pihak PT. Ciputra Surya.
Kholik dan Didit juga menyatakan bahwa, semenjak terjadinya ruislag pihak PT. Ciputra Surya juga telah melakukan beberapa pembangunan bagi warga Lidah Kulon, yaitu pembangunan saluran air yang membantu menyebabkan intensistas banjir berkurang.
Namun sayang, Kholik dan Didit mengatakan kalau fasum tersebut sampai sekarang masih belum dapat digunakan untuk kepentingan warga Lidah Kulon. Hal ini karena adanya gerakan dari beberapa warga yang masih tidak setuju dengan adanya proses ruislag tersebut. Sehingga menyebabkan pihak perusahaan belum bisa melakukan penyerahan fasum kepada Pemerintah Kota Surabaya. Fasum itu nantinya akan diserah terimakan kepada warga Lidah Kulon untuk dapat dipergunakan.
Sementara itu Corporate Legal Officer PT. Ciputra Development, Tbk, Rina Irsni Wardodo mengatakan, pihaknya mengaku cukup puas dengan keterangan saksi intervensi, karena telah mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi pada saat terjadinya eksekusi. Terlebih bahwa PT. Ciputra Development, Tbk, telah memberikan bentuk tanggung jawab sosialnya berupa ganti rugi.
“Ini menandakan bahwa perusahaan telah melakukan kewajibannya, dan menjalankan sesuai aturan yang ditentukan. Ini juga menegaskan bahwa memang tanah itu adalah milik PT. Ciputra sebagai pemilik sah, setelah melakukan tukar guling dengan Pemkot Surabaya,” kata Rina.
Rina menambahkan kalau keterangan saksi tergugat intervensi sudah membantah bahwa lahan tersebut merupakan milik warga, dan menegaskan kejelasan proses tukar guling telah berjalan dengan benar.
“Selama ini warga menganggap itu adalah aset warga, padahal itu awalnya adalah aset milik pemkot,” tandas Rina.
Sidang selanjutnya akan digelar pada 27 November 2019, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak penggugat intervensi.(Alam)