Sby,MercuryFM – Sosok Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana masih tertinggi mendapat dukungan masyarakat Surabaya sebagai sosok yang layak gantikan Tri Rismaharini di Pilwali Kota Surabaya 2020 mendatang.
Ini tampak dari hasil survey lembaga konsultan politik, IPOL Indonesia saat merilis hasil penelitiannya, jelang pilkada serentak se-Jawa Timur, di Surabaya (14/11/19).
Berdasarkan hasil elektabilitas indikatif, nama Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana menjadi yang paling mendapat ekspose masyarakat. Whisnu yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini mendapat 1.766 ekspos sebagai bakal calon Walikota Surabaya.
Menurut CEO Lembaga Riset IT Research Politic Consultant (iPOL) Indonesia, Petrus Haryanto, elektabilitas indikatif didasarkan oleh beberapa Indikator. Di antaranya, popularitas di media massa, kemunculan di berbagai platform sosial media (facebook, instagram, twitter), serta keberadaan tim calon di lapangan (random work survei).
“Kami melihat tren pembicaraan tantang calon di masyarakat. Mulai dari pembicaraan di udara hingga pembicaraan di lapangan. Ketika kami menggunakan kata kunci isu Pilwali (pemilihan walikota), figur ini yang paling banyak disebut,” kata Petrus pada acara temu jurnalis di Surabaya, Kamis (14/11/2019).
Menariknya hasil IPOL, di bawah nama Whisnu justru ada nama Ery Cahyadi, pria yang saat ini menjadi Kepala Badan Pengembangan dan Perencanaan (Bappeko) Kota Surabaya. Ery mendapatkan 877 ekspose masyarakat di Surabaya.
Sedangkan di bawah dua figur tersebut ada beberapa figur potensial lain. Di antaranya Armuji (Anggota DPRD Jatim dari dapil Surabaya) dengan 488 ekspose, KH Zahrul Azhar (politisi Golkar sekaligus Sekjen Jaringan Kiai Santri Nasional) dengan 331 ekposes, hingga Samuel Teguh Santoso (Ketua DPD Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Kota Surabaya) dengan 148 ekspose.
Sementara itu Vanila Kraska, Direktur Komunikasi dan Riset iPOL Indonesia di tempat yang sama mengatakan, sekalipun demikian, jumlah ekspose tersebut masih jauh dari tingkat keterpilihan. Apalagi, ekspose terhadap calon belum tentu berisi pemberitaan positif.
“Idealnya, untuk bisa terpilih harus mencapai 50 ribu hingga 100 ribu ekspose. Kami juga belum mengkaji lebih dalam terkait isu yang dibawa, apakah positif atau negatif. Kedepan akan kami sampaikan,” katanya.
Apabila tren pemberitaan cenderung negatif, maka justru akan mendegradasi potensi keterpilihan.
“Untuk saat ini, semua peluang memang masih terbuka. Kalau semakin banyak positifnya bisa melambung, begitu pun sebaliknya,” ungkapnya. (ari)