Surabaya, MercuryFM – Keberadaan Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jatim yang tersebar di beberapa provinsi lain, yang katanya mampu memberikan transaksi ratusan milar, kondisinya dipertanyakan. Pasalnya kondisi KPD di beberapa wilayah tersebut cukup memprihatinkan.
Seperti KPD di Palembang, Sumatera Selatan, kondisinya didapati tutup dan jauh dari kesan sebagai sebuah kantor untuk melayani perdagangan antarprovinsi.
Dari foto terbaru yang beredar di kalangan DPRD Jatim diketahui, KPD di Sumsel di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara RT 042 Bukit Lama, Palembang itu malah mirip sebagai bagian dari bengkel mobil, karena sisi kanan kiri KPD itu adalah bengkel mobil. Bahkan ketika foto diambil hari Selasa pagi hingga siang (9/8/2022), KPD tersebut tutup, padahal waktu menunjukkan masih jam kerja.
Tampak dari luar, ukuran kantor bisnis ini tidak lebih dari 3×4 meter dan satu lantai saja. Tembok cat kuning dengan pintu rolling door warna cokelat kusam, seperti tak pernah dibuka. Dugaan sementara, KPD dengan papan nama hampir rusak itu sudah tidak pernah difungsikan lebih dari 3 tahun.
Dengan kondisi semacam itu, Ketua Komisi B DPRD Jatim, Aliyadi Mustofa, angkat bicara. Dirinya menilai itu tentu mencoreng Provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai provinsi besar dengah pertumbuhan ekonominya selalu di atas rata-rata.
“Jadi ini saya malah mempertanyakan apa yang disampaikan dinas Perindustrian dan Perdagangan ke Gubernur tahun 2020 kemarin, nilai transaksi perdagangan anatara Sumsel dan Jatim yang mencapai Rp306,5 miliar benarkah? Wong kantornya saja tidak berfungsi dan mangkrak tertutup gitu,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Aliyadi, KPD milik Jawa Timur di 26 Provinsi juga perlu dilakukan evaluasi menyeluruh. Pemprov harus segera mengambil langkah untuk menutup sebagian Kantor Perrwakilan Dagang (KPD) itu, kalau hanya tempel tulisan dan kantornya tidak berfungsi.
“Perlu dievaluasi dulu, mana yang layak dilanjutkan dan mana yang mesti ditutup,” terang Aliyadi, Jumat (12/8/2022).
Diakui Aliyadi, dari beberapa KPD dengan kondisi seperti itu, Komisi B merekomendasikan untuk di tutup saja, agar tidak mubazir membebani biaya.
“Karena sudah tidak layak dan tidak berfungsi secara baik,” tegas Politisi PKB ini.
Aliyadi menyebut, KPD itu tidak berfungsi akibat lemahnya koordinasi dengan Jawa Timur serta tidak didukung oleh anggaran yang memadai.
“Lagi pula Disperindag Jatim sudah ada kegiatan misi dagang antarprovinsi yang sering dilakukan ke provinsi lain,” ujarnya.
Lantas benarkah Anggaran untuk KPD ini boros anggaran hampir Rp5 miliar per tahun? Aliyadi mengaku tidak hafal. Tapi yang pasti ada anggarannya setiap tahunnya dari APBD.
“Kami kurang tahu persis, tapi yang jelas sangat tidak layak, baik dari sisi sarana maupun SDM-nya,” tukas Aliyadi.
Berdasarkan data yang dihimpun, DPRD Jatim sudah berulang kali mengkritisi 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) dibawah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jatim. Karena dianggap terlalu boros dalam penggunaan anggaran. Namun protes itu tidak pernah dihiraukan. Disperindag tetap saja mengalokasikan anggaran untuk operasional KPD setiap tahunnya sampai saat ini.
Pada tahun 2020, Komisi B DPRD Jatim pernah mengungkapkan anggaran 26 Kantor Perwakilan Dagang yang dianggarkan melalui kegiatan pelaksanaan promosi produk dalam negeri sebesar 3.406.680.000 rupiah. Kemudian pada tahun 2021, Disperindag kembali mengajukan anggaran 4.400.000.000 rupiah. Dan diperkirakan pada tahun 2022 ini anggaran naik hampir mencapai Rp5 miliar.
Padahal saat pembahasan APBD 2021 lalu, Komisi B mengingatkan Disperindag Jatim dari ketidakseriusan Pemerintah Provinsi terhadap program tersebut. Namun Disperindag tidak melakukan tindakan apapun.
Kemudian, Komisi B sempat melakukan pengecekan ke beberapa KPD di sejumlah provinsi. Kondisinya juga hampir sama dengan yang ada di Palembang, Sulawesi Selatan. Di mana kantor perwakilan dagang dengan biaya sewa KPD sebesar Rp800.000.000,00 per tahun untuk 26 KPD, atau rata-rata 30 juta per KPD menyebabkan kondisi KPD kita di luar Jawa Timur sangat memprihatinkan.
Pasalnya, sebagian besar KPD berlokasi di tempat yang tidak strategis, bahkan ada yang beralih fungsi dijadikan untuk berjualan kopi (warung kopi). (ari)