Lamongan, MercuryFM – Carut-marutnya distribusi bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19, ada pada pendataan. Banyak warga yang harusnya berhak mendapatkan bantuan, justru tak terdata. Sedangkan mereka yang tidak layak mendapatkan, malah terdaftar sebagai penerima bansos.
Hal itulah yang dikeluhkan sebagian besar kepala desa yang ada di Kabupaten Lamongan kepada Anggota DPRD Jatim, Kodrat Sunyoto, saat melakukan reses II 2021 di Desa Takeranklanting, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, beberapa hari lalu.
Banyak Kepala Desa yang menjadi bulan-bulanan warganya, lantaran tidak mendapatkan bansos meski sudah didata. Seperti yang dialami Yasmuin, Kepala Desa Takeranklanting, Rudi Santoso, Kepala Desa Boto Putih, Kasmolan, Kepala Desa Guminingrejo, M Takim, Kepala Desa Tambakrigadung dan Sunariyo, Kepala Desa Jati Rejo.
“Banyak warga saya yang mempertanyakan karena tidak mendapatkan bansos. Padahal sudah kami data dan memang berhak menerimanya,” keluh M. Takim, Kepala Desa Tambakrigadung saat reses digelar, yang dibenarkan Kepala Desa lainnya.
Kodrat yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim ini pun angkat bicara. Menurut dia, Menteri Sosial (Mensos) harus berani mengakui kekeliruannya karena tidak menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi dalam penyaluran bansos tersebut.
“Reses kemarin kami menerima banyak keluhan dari warga, khususnya Kepala Desa di Kabupaten Lamongan kalau proses pendataan warga terdampak Covid-19 tidak tepat sasaran. Harusnya pemerintah mempercayakan penyaluran bansos ini kepada kepala desa dan jajarannya karena dari tangan merekalah ujung tombak distribusi bansos lebih tepat sasaran. Jangan malah kambinghitamkan kepala desa,” kata Kodrat, Selasa (11/5/2021).
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, bahwa para kepala desa lebih paham kondisi dan teritori serta karakter masyarakatnya.
“Lebih baik gunakan DTKS yang telah terverifikasi jauh lebih akurat,” ujarnya.
Secara teori, lanjut Kodrat, DTKS seharusnya menjadi jawaban atas kesemrawutan penyaluran bansos. Dia menyayangkan, DTKS yang sudah terverifikasi justru tidak digunakan sebagai rujukan.
Kodrat juga mengingatkan pemerintah pusat untuk cepat merespon dan bertanggung jawab atas kejadian di lapangan, yang justru meresahkan dan membuat gaduh di daerah.
“Kalau kemudian di lapangan beberapa kepala desa menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam hal distribusi bantuan sosial tersebut, maka pemerintah pusat tidak bisa lepas tangan dan mencari kambing hitam dalam carut-marutnya data itu,” ujarnya.
Jadi jangan heran, lanjut Kodrat, masih ada bantuan yang salah sasaran. Mulai data orang yang telah meninggal, atau orang yang telah lama merantau, dan lain-lain masih juga masuk dalam list penerima bantuan.
“Ini sangat ironi yang harus diakhiri dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan berakhirnya,” tambahnya. (ari)