Surabaya, MercuryFM – Dalam rangka memperingati tiga tahun tragedi bom tiga gereja di Surabaya, sebanyak 31 organisasi kemasyarakatan (ormas) lintas agama dan lintas latar belakang sosial, mengadakan kegiatan bersama dengan nama Forum Rumah Bersama Surabaya, Senin (10/5/2021).
Kegiatan yang diberi tema “Melawan Kekerasan Melalui Tuhan yang Berhati Ibu” melakukan kunjungan ke Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Sawahan, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, dan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Ngagel. Selain melakukan kunjungan, acara tersebut juga diisi dengan rangkaian kegiatan berupa diskusi sekaligus doa bersama di lokasi masing-masing gereja, serta talkshow di beberapa TV lokal di Jatim.
Perempuan harus menginspirasi jadi duta perdamaian
Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PW Fatayat NU Jatim) menjadi salah satu ormas perempuan yang menginisiasi terbentuknya forum tersebut. Sekretaris PW Fatayat NU Jatim, Wiwik Endahwati, mengungkapkan, Forum Rumah Bersama Surabaya mempunyai misi awal mengajak kaum perempuan untuk berani melawan terorisme. Terlebih lagi supaya tidak ada lagi anak kecil yang tak berdosa, menggelayut meregang nyawa di tangan ibunya, saat aksi terorisme dijalankan.
“Perempuan harus menginspirasi. Sejak peristiwa bom gereja di Surabaya tahun 2018, perempuan dan anak-anak semakin sering dilibatkan dalam aksi teror. Mereka ini adalah korban,” tandas wanita yang lekat dengan sebutan Sahabati Wiwik ini ketika diwawancarai awak media di Gereja Katolik SMTB Ngagel, Senin petang (10/5/2021).
Saat ini, kata Wiwik, perempuan dan anak-anak seringkali dilibatkan untuk melakukan gerakan tak bertanggung jawab, semisal aksi terorisme. Pihaknya menekankan, agar kaum perempuan seharusnya proaktif menjadi duta perdamaian.
“Kenapa perempuan? Karena perempuan apalagi muslim, saat peristiwa teror mereka adalah korban. Kita mencoba menarik benang merah, bahwa perempuan tidak sejahat itu. Hari ini kita menguatkan, perempuan harus menjadi agen perubahan (kebaikan),” kata Wiwik.
Wiwik Endahwati memaparkan, bahwa kegiatan ini adalah buah dari maksud hati untuk bersama membangun soliditas dan solidaritas di antara keberagaman masyarakat di Surabaya.
“Ini sebenarnya gerakan yang sporadis ya, dari Ketua PW Fatayat NU Jawa Timur dengan teman-teman GusDurian. Tiga tahun (pasca pengeboman) akhirnya ayo coba jawil-jawil teman-teman. Kita punya krentheg ati (maksud hati), kita gerakkan bersama, kita bangun negeri ini,” tukas Wiwik.
Seruan anti kekerasan dan anti teror harus disambut baik
Sementara itu, Pastor Kepala Paroki SMTB Ngagel, Romo Agustinus Eka Winarno, menyambut hangat adanya kegiatan ini. Dikatakannya, kegiatan ini adalah ide dari banyak orang dengan harapan agar elemen masyarakat dari berbagai latar belakang agama dan sosial bisa saling silaturahmi untuk menguatkan solidaritas.
“Karena kalau tidak, ndak ada siapa yang buat acara, siapa yang mendahului, nanti saling menunggu-nunggu, ndak akan terjadi. Bahwa hari ini ada emak-emak membuat sebuah rumah kebersamaan, lalu mencoba ide-ide kecil begini, bagus,” tutur Romo Eka, panggilan akrabnya.
Romo Eka juga menambahkan, walaupun tidak mengagendakan peringatan tragedi ini secara khusus, namun yang pasti pihaknya menyambut baik kegiatan oleh forum ini.
“Rumah Bersama ini ingin ambil momen Ramadan, buka bersama lalu memilih tempat ini, karena seruannya anti kekerasan dan anti teror. Di sini kan situs pernah terjadi (tragedi terorisme Surabaya). Kami tuan rumah yang dikunjungi,” ujar Romo Eka.
Tragedi bom gereja di Surabaya jadi bahan pelajaran bersama
Masih di tempat yang sama, Peneliti Radikalisme Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA Surabaya), Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag menjelaskan, bahwa kegiatan forum bersama ini patut didukung oleh semua pihak. Alasannya, peringatan tragedi ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua warga bangsa.
“Peristiwa bom gereja di Surabaya tahun 2018 itu peristiwa tragis tragedi kemanusiaan yang mencoreng narasi harmonis warga Kota Surabaya yang selama ini terbentuk dengan baik. Surabaya ini tidak mempunyai sejarah kerusuhan yang berbasis agama. Sejak dulu,” tandas Akademisi yang lekat disebut Gus Inung ini.
Oleh karena itu, kata dia, peringatan ini merupakan bentuk kampanye penyeimbang dari suara-suara intoleransi yang mulai lazim ditemukan di berbagai platform media.
“Mayoritas masyarakat kita adalah masyarakat yang cenderung diam dan pasif. Nah sementara di ujung sana, ada yang selalu menyuarakan narasi kekerasan. Bagaimana caranya agar silent majority ini tak terpengaruh oleh narasi kebencian? Nah inilah fungsi dari adanya kegiatan semacam ini,” kata Gus Inung.
Di sisi lain, Ahmad Zainul Hamdi menilai peran pemangku kebijakan kini sudah cukup memberikan dukungan bagi kampanye anti kekerasan seperti yang dilakukan oleh Forum Bersama ini.
“Saya kira pemerintah sudah jelas sikapnya ya. Acara-acara seperti yang digelar masyarakat sipil seperti ini selalu mendapat dukungan penuh, terutama berupa pengamanan dari aparat,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, rangkaian acara ini berlangsung seharian dengan puluhan orang peserta, namun dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat. Selain PW Fatayat NU Jatim dan Jaringan GusDurian Jawa Timur, Forum Rumah Bersama Surabaya ini juga didukung oleh organisasi lintas agama semisal Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Surabaya, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Keluarga Buddhayana Indonesia (KBI), Keluarga Buddhis Theravada Indonesia (KBTI), Paroki Stefanus, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Persekutuan Gereja-gereja Wilayah (PGIW) Jawa Timur, HP-GKI, Buddhis Education Center (BEC), dan Perkumpulan Umat Tao Indonesia (PUTI)
Juga termasuk organisasi perempuan lintas agama seperti Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Wanita Buddhis Indonesia (WBI), Wanita Theravada Indonesia (WANDANI), Perempuan Penghayat Indonesia (Puan Hayati), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), juga Perempuan Konghucu Indonesia (PERKHIN).
Juga terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semisal Roemah Bhinneka, Moderate Muslim Institute (MMI) UIN Sunan Ampel Surabaya, Center for Marginalized Communities Studies (CMARs) Surabaya, Yayasan Embun Surabaya, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur, Perempuan Peduli Kota (PELITA), Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur, Jogoboyo, AMAN Indonesia, dan Women Incubator Solidarity and Humanity (WISH). (roni)