Surabaya,MercuryFM – Meski memiliki kekayaan kebuyaaan, ternyata Provinsi Jawa Timur masih belum maksimal dan alami kelemahan dalam praktik pemajuan kebudayaan sebagaimana diuraikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2019-2024.
“Kelemahan praktik pemajuan kebudayaan tersebut meliputi rendahnya minat budaya dan seni tradisional di kalangan masyarakat. Kemudian lemahnya pemahaman sejarah lokal, rendahnya pengelolaan museum, kurangnya penghargaan/apresiasi terhadap nilai-nilai seni budaya dan terbatasnya regulasi yang mengatur kebudayaan dalam arti luas” ujar Juru bicara Komisi E DPRD Jatim Umi Zahrok saat menyampaikan Nota Penjelasan DPRD atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemajuan Kebudayaan dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (08/01/24).
Menurut Umi ini juga ditambah lagi dengan masih lemahnya data serta informasi kebudayaan, minimnya produk ekonomi kreatif lingkup seni budaya, rendahnya ekosistem digital dalam mendukung kebudayaan dan rendahnya pengelolaan keragaman budaya.
Kemudian juga rendahnya kekayaan budaya dan cagar budaya. Ada juga lemahnya penggalian nilai luhur kearifan lokal dan penguatan karakter masyarakat yang berkebudayaan.
“Kelemahan pemajuan kebudayaan di Jawa Timur sebenarnya tidak hanya teridentifikasi dalam RPJMD 2019-2024, namun juga dari berbagai fenomena riil yang terjadi di Masyarakat, seperti belum jelasnya pola koordinasi antar-lembaga, komunitas, dan pelaku budaya,” ucapnya.
“Selain itu, kelemahan praktik pemajuan kebudayaan di Jawa Timur juga tercermin dalam dokumen-dokumen kebudayaan yang secara resmi diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” lanjutnya.
Kata Politisi PKB ini, Provinsi Jawa Timur saat ini baru memiliki dua produk hukum yang mengatur kebudayaan, yakni Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 66 Tahun 2015 tentang Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pembangunan dan Pemberdayaan Perfilman Jawa Timur.
Namun demikian lanjutnya Peraturan Gubernur tentang Cagar Budaya lebih cenderung mengatur aspek kebudayaan bersifat kebendaan, dan tidak membahas dimensi kebudayaan tak benda.
Sedangkan Perda tentang film, terlalu spesifik mengatur hanya pada seni medium film, dan tidak mengatur seni-seni lain maupun Objek Pemajuan Kebudayaan yang diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa Daerah Provinsi Jawa Timur masih belum memiliki regulasi yang mengatur mengenai kebudayaan tak benda, kebudayaan dalam rangka menciptakan ekosistem pemajuan yang kolaboratif, berkelanjutan, dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh Masyarakat Jawa Timur,” jelasnya.
Sementara itu Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, usai rapat paripurna mengaku mengapresiasi Raperda Tentang Pemajuan Kebudayaan ini. Apalagi Raperda ini terkait cagar budaya yang fokus kepada budaya tak benda.
“Pada sisa masa jabatan ini tentu kita akan komitmen untuk mengawal progres dari pematangan persiapan materi Raperda ini,” ujarnya.
Mantan Bupati Trenggalek ini berharap keunggulan komparatif Jawa Timur ini bisa dilihat daerah atau negara lain yakni sejarah budaya.
“Jadi bagaimana membangun bagaimana orang kalau ingat Jawa Timur ingat sejarah maupun budayanya dan juga diimbangi keindahan alamnya. Mudah-mudahan ini juga didukung oleh seluruh elemen masyarakat,” tegasnya.
Sekedar diketahui dari data Dinas Kebudayaan dan Parwisata Provinsi Jawa Timur disebutkan bahwa dokumen kebudayaan Provinsi Jawa Timur Tahun 2021 terdapat sebanyak 6.943 orang pelaku seni, 4.136 kelompok sanggar, 178 sarana prasarana seni dan budaya, serta 4.219 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), dimana hanya 96 OPK diantaranya yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda. (ari)