Surabaya, MercuryFM – Komisi A DPRD Surabaya mengajukan Revisi Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang penyelenggaraan reklame. Revisi diajukan lantaran ada banyak hak masyarakat yang terpangkas dari kegiatan advertising oleh para penyelenggara reklame di Surabaya.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni mengatakan, ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam industri advertising di Kota Surabaya. Menurutnya, Surabaya yang merupakan kota metropolitan dan mengambil jargon Surabaya Smart City, perlu penataan reklame yang selaras dengan hal itu.
”Untuk itu saya berpandangan dalam Revisi Perda Reklame ini semangatnya adalah bagaimana agar seluruh industri advertising ini hanya menggunakan videotron sebagai sarana promosi. Bilboard, bando dan baliho sudah tidak boleh diberlakukan, Pemkot tidak boleh menerbitkan SIPR baru untuk bilboard, bando dan baliho, yang boleh diterbitkan SIPR hanya videotron atau megatron seperti di kota kota besar di dunia,” katanya pada Senin (8/3/2021).
Menurut politisi Partai Golkar tersebut, pengusaha advertising diberikan kesempatan selama setahun sejak Perda ini diundangkan, untuk melakukan pembongkaran jenis usaha seperti tersebut di atas.
”Sehingga ke depan estetika kota menjadi terjaga tidak dipenuhi hutan reklame seperti saat ini,” katanya
Arif menambahkan, kondisi estetika Kota Surabaya semakin rusak lantaran saat ini fasilitas umum dan fasilitas sosial banyak dipenuhi titik reklame. Hal ini, katanya, membuat keasrian sempadan jalan yang dilalui masyarakat harus berebut dengan banyaknya titik reklame yang saling berhimpitan satu sama lain.
”Hal-hal yang begini harus segera diakhiri, demi hak masyarakat untuk mendapatkan pemangan indah di kota tercintanya,” ujar dia.
Selain pelarangan sejumlah jenis reklame, kata dia, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) juga mesti tidak boleh digunakan sebagai media reklame. Hal ini agar masyarakat Surabaya yang melintas di JPO tidak terhalangi oleh sarana reklame yang bertebaran, apalagi JPO tersebut banyak melintang di jalan-jalan protokol di Surabaya
Semangat inilah, kata Arif Fathoni, yang membuat Komisi A mengajukan Raperda inisiatif Revisi Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang penyelenggaraan reklame ini.
”Surabaya Smart City bukan hanya sekedar jargon, karena industri advertisingnya masih konvensional,” tandas wakil rakyat yang akrab dipanggil Toni ini. (alam)