Sby,MercuryFM – Mengacu pada kasus Shalfa Afrilla atlet senam yang di pulangkan oleh Pelatnas Gresik harus dijadikan pembelajaran untuk masa depan olahraga Indonesia. Apalagi dalam rekruitmen atlet daerah yang dilakukan oleh pusat tidak pernah koordinasi dengan daerah dalam hal ini KONI daerah.
“Dalam dengar pendapat dengan KONI Jatim beberapa waktu, terungkap bahwa Pelatnas selalu tak koordinasi dalam merekrut atlet dari daerah. Padahal KONI telah membinanya sejak dini hingga menjadi atlet premium,” ujar anggota Komisi E DPRD Jatim Budiono.
Menurut Budiono, kasus Shalfa Afrilla sebenarnya tidak terjadi bila ada koordinasi dengan KONI Jatim ketika melakukan panggilan Pelatnas. Sebab KONI Jatim secara psikologis mempunyai ikatan psikis dengan atlet sehingga penurunan prestasi tidak terjadi.
Kedepannya, politis Partai Gerindra ini mendorong KONI agar segera membuat regulasi untuk mengatur dan memberi payung hukum terkait rekrutmen atlet daerah oleh Pelatnas. Dengan begitu, Pelatnas tidak asal mengambil atlet tanpa koordinasi dengan KONI.
“KONI harus bersikap tegas kepada pelatih. Pengambilan atlit berprestasi yang ada di Jatim harus melalui KONI,” tuturnya.
Selain koordinasi, kata politisi Asal Bojonegoro ini, dalam regulasi itu nantinya KONI daerah tetap harus dilibatkan dalam pelatnas untuk turut mengawasi atlet. Dengan begitu, KONI daerah bisa bertanggung jawab terhadap atlet yang dibina Pelatnas jika nantinya ada masalah.
“Meskipun atlet dibina oleh Pelatnas, KONI harus dilibatkan jadi jangan sampai KONI ditanya tidak tahu. Seolah-olah langsung dicomot oleh pelatih,” paparnya.
Budiono menilai sangat wajar, jika KONI mempunyai regulasi yang kuat dalam hal rekrutmen atlet. Mengingat KONI selaku pengguna anggaran ketika melatih atlet saat mengawali kariernya.
“Kita segera ajak KONI koordinasi lagi,” paparnya.
Sementara itu dalam kasus yang menimpa atlet senam Jatim terkait keperawanan yang ramai kemarin dirinya sangat menyesalkan hal itu muncul.
Menurut Budiono, seharusnya pelatnas tidak boleh menjadikan soal virginitas atlet sebagai tolak ukur untuk dapat menjadi binaannya. Melainkan tolak ukurnya harus berpatokan prestasi atlet.
Budiono melanjutkan virginitas atlet sangat menyangkut privat seseorang sehingga harus dilindungi, dan tidak diumbar kemana-mana.
“Segala sesuatu yang menyangkut hal pribadi tidak boleh dikaitan dengan prestasi,” pungkasnya. (ari)