Jakarta, MercuryFM – Bank Mandiri dalam Outlook Ekonomi Indonesia menilai kinerja perekonomian Indonesia masih sangat baik meski berada di tengah volatilitas pasar yang tinggi serta ancaman risiko global yang semakin besar.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Panji Irawan, mengatakan, berdasarkan hasil riset tim ekonom Bank Mandiri, indikator awal (leading indicators) ekonomi domestik di sepanjang Kuartal III, seperti Retail Sales Index, Purchasing Manager Index serta Mandiri Spending Index (MSI) masih menunjukkan kinerja ekonomi yang positif.
“Dengan kondisi tersebut, kami masih meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi di Kuartal III 2022 ini akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di kuartal sebelumnya,” ujar Panji dalam sambutannya di acara Mandiri Economic Outlook Kuartal III 2022 di Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Sebabnya, pemulihan ekonomi di Kuartal II 2022 relatif merata pasca pelonggaran mobilitas dan turunnya kasus COVID-19, hasilnya ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,44% secara year on year (YoY). Pencapaian ini, lanjut Panji, jauh lebih baik dari perkiraan pasar yang saat itu hanya mematok pertumbuhan 5,2% YoY.
Pertumbuhan positif tersebut, tentunya tidak terlepas dari penanganan pemerintah dalam mengendalikan pandemi COVID-19 dan akselerasi vaksinasi yang mampu melonggarkan mobilitas masyarakat.
“Jika tanpa pelonggaran mobilitas seperti kondisi pre-pandemi, sangat sulit kinerja perekonomian sepanjang Semester I 2022 dapat kita capai,” terangnya.
Di sisi lain, kinerja perekonomian sepanjang Semester I banyak ditopang oleh pulihnya tingkat konsumsi masyarakat dan dibarengi kinerja ekspor yang cemerlang. Tercatat, selama periode Januari-Agustus 2022, neraca perdaganan mencatat surplus sebesar US$34,9 miliar, secara signifikan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2021 sebesar US$20,7 miliar.
Kendati demikian, memasuki Kuartal III 2022 tantangan pun semakin besar. Antara lain adanya gejolak ekonomi dan geo politik dunia yang berdampak pada ekspektasi stagflasi kepada negara-negara maju.
Kondisi ini pun membuat beberapa negara maju seperti Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan kontraktif dengan mendorong penguatan Dollar AS terhadap nilai tukar negara di dunia.
“Namun yang menarik, pelemahan nilai tukar terdalam justru dihadapi oleh currency negara-negara maju dibandingkan negara berkembang, termasuk Indonesia,” imbuhnya.
Tantangan lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi di bulan September 2022 telah menginjak level 1,17% secara month on month (MoM) atau sebesar 5,95% secara YoY. Faktornya adalah, kenaikan harga energi. Hal ini juga yang menjadi alasan Pemerintah mengurangi subsidi BBM untuk mengurangi tekanan pada APBN.
Meski begitu, Panji menambahkan ada indikator positif yang bisa dipetik dari angka inflasi tersebut. Pertama, inflasi year to date (YtD) relatif rendah dibandingkan negara-negara lain, yaitu 4,84 persen. Memakai asumsi tekanan inflasi di Oktober hingga Desember melandai, maka inflasi akhir tahun 2022 masih akan sesuai dengan prediksi Tim Ekonom Bank Mandiri yakni di kisaran 6,27 persen.
Kedua, pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia (BI) tengah berupaya untuk menjaga inflasi pangan berada di level stabil. Tujuannya, agar daya beli masyarakat tetap terjaga hingga akhir tahun.
“Perlu diingat, kebijakan Pemerintah dan BI telah responsif bahkan sebelum kenaikan harga BBM terjadi. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai subsidi dan bantuan untuk menopang pendapatan masyarakat. Di sisi lain, BI merespon kebijakan pre-emptive dengan menaikkan suku bunga acuan dengan total 75 basis poin (bps) dalam dua bulan terakhir,” papar Panji.
Melihat respons kebijakan ini, Tim Ekonom Bank Mandiri optimis, ekonomi Indonesia akan relatif stabil sampai akhir tahun. Apalagi, Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan di beberapa sektor seperti telekomunikasi, jasa kesehatan dan sektor terkait program hilirisasi.
Selaras dengan itu, beberapa sektor ekonomi lain juga masih punya daya tahan yang kuat terhadap gejolak eksternal seperti sektor makanan-minuman, utilities (listrik, air dan gas), hingga sektor pemerintahan. Pun, sektor komoditas sejatinya masih punya prospek baik dan menguntungkan bagi bisnis.
Faktor lain yang tak kalah penting lanjut Panji, fungsi intermediasi perbankan yang masih melaju di awal Kuartal III 2022. Data mencatat, pertumbuhan kredit industri perbankan di bulan Agustus masih dua digit menembus 10,62% YoY.
“Kualitas aset perbankan juga cukup stabil, terlihat dari rasio Non Performing Loan (NPL) industri terjaga di level 2,9% pada bulan Juli 2022,” tambah Panji.
Gayung bersambut, kinerja keuangan Bank Mandiri pun menorehkan hasil impresif. Tercatat, pada Kuartal II 2022 aset Bank Mandiri tumbuh 13% secara YoY dengan kualitas yang terjaga.
Kenaikan itu tentunya diikuti oleh peningkatan penyaluran kredit yang tumbuh 12,2% YoY. Pun, dana pihak ketiga (DPK) Bank Mandiri meningkat signifikan sebesar 12,8% YoY, lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri perbankan yang sebesar 9,1% pada periode sama.
Untuk itu, dalam menjaga pertumbuhan, Bank Mandiri terus melanjutkan transformasi digital dengan meningkatkan transaksi wholesale dan ritel melalui perluasan ekosistem digital. Antara lain dengan memaksimalkan layanan digital Livin’ by Mandiri untuk nasabah ritel dan Kopra by Mandiri untuk nasabah wholesale.
“Dengan berbagai inisiatif dan modal infrastruktur yang kami miliki, kami optimis kinerja Bank Mandiri akan terus membaik di tahun 2022 dan tetap stabil di tahun 2023, meski di tengah maraknya risiko dan ketidakpastian global, serta normalisasi kebijakan domestik,” pungkasnya. (dan)