Sby, MercuryFM – Kalangan pengusaha pelayaran di Jatim kembali menjerit dengan sejumlah regulasi pemerintah terkait program Tol Laut yang dianggap mematikan bisnis transportasi laut.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kadin Jatim, Deddy Suhajadi mengatakan Kadin Jatim rencananya akan membuat draft persoalan yang dihadapi pengusaha pelayaran untuk disuarakan kepada pemerintah pusat yakni Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan.
“Kita akan cari jalan keluar, dan yang perlu disikapi pemerintah adalah keputusan menteri yang semakin lama bertentangan dari makna tol laut. Masa depan pelayaran kalau tidak dijamin akan terbunuh nantinya,” kata Deddy Suhajadi, di Graha Kadin, Jumat (03/07/2020).
Ketua Indonesia Shipowners’ Association (Insa) Surabaya, Stenvens Handry Lesawengen menjelaskan salah satu regulasi baru yang semakin mencekik pengusaha pelayaran saat ini adalah Peraturan Menteri Perdagangan No.53 Tahun 2020 yakni jumlah item barang yang diangkut melalui kapal Tol Laut semakin banyak bahkan bukan hanya barang sembako.
“Dalam aturan itu semua jenis barang diatur, jumlah item diperbanyak sehingga pelayaran swasta atau kapal perintis semakin tidak bisa bergerak,” kata Stevens.
Dia mengatakan diperkirakan aturan tersebut dibuat untuk meningkatkan loadfactor atau keterisian kapal tol laut yang selama ini belum maksimal. Namun begitu, pengusaha pelayaran swasta akhirnya harus bersaing dengan kapal tol laut yang mendapat subsidi pemerintah, bahkan untuk barang non-sembako.
Stenvens menambahkan, program Tol Laut sejak awal hingga kini juga belum melibatkan pelayaran lokal, justru pemerintah menambah jumlah kapal tol laut dengan total 40 kapal.
“Padahal tujuan konsep Tol Laut awalnya adalah untuk mengurangi disparitas harga di daerah-daerah terpencil, dan tidak terjangkau, dan yang seharusnya tidak membutuhkan kapal besar, cukup dengan kapasitas 1.000 GT,” jelasnya.
Dia menceritakan, sebagai contoh jumlah kapal perintis dengan rata-rata kapasitas 1.000 GT di Pelabuhan Kalimas Surabaya ada sebanyak 100 unit, dari jumlah itu hanya sekitar 50 persen yang beroperasi secara rutin. Secara total di Jatim jumlah kapal perintis mencapai ribuan.
Akibatnya, kapal-kapal perintis tersebut tidak dapat menghasilkan tetapi justru harus mengeluarkan biaya operasional seperti biaya sewa parkir, termasuk biaya sebanyak 22 sertifikasi kapal setiap 6 bulannya, bahkan sekitar 16 ABK per kapal tidak jalan.
“Sebenarnya pengusaha pelayaran juga tidak meminta subsidi, tetapi regulasi yang sebegitu banyak seharusnya bisa disederhanakan,” imbuh Stenvens yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Perhubungan dan Kemaritiman Kadin Jatim.
Suwito Hartanto, salah satu pemilik kapal di Pelabuhan Kalimas Baru, menambahkan seharusnya daya jangkau kapal-kapal perintis swasta cukup kuat bahkan sebelum ada program Tol Laut, kapal miliknya sudah mampu menjangkau pulau terpencil.
“Tujuan tol laut kan untuk mendukung kebutuhan barang masyarakat pedalaman yang sebenarnya tidak banyak jumlahnya. Selama ini kita sudah masuk ke sana, tapi yang kita sesalkan, kita tidak pernah dirangkul untuk bekerja sama dalam program Tol Laut,” tandas Suwito.(Dani)