Jakarta, MercuryFM – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 Maret 2024 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga stabil dengan kinerja intermediasi yang kontributif, didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, OJK menilai saat ini kondisi perekonomian dan pasar keuangan global cukup kondusif yang secara umum lebih baik dari ekspektasi.
Namun, perkembangan geopolitik global masih perlu terus dicermati seiring peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina.
“ Di Amerika Serikat, kinerja ekonomi AS tercatat solid dan di atas ekspektasi, sehingga inflasi masih cenderung sticky. The Fed pada FOMC Meeting Maret 2024 merevisi keatas pertumbuhan ekonomi AS cukup signifikan diiringi kenaikan perkiraan inflasi,” ujar Mahendra Siregar di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Meski demikian, tambah Mahendra Siregar, The Fed tetap mempertahankan rencana penurunan FFR sebesar 75bps di tahun 2024. Likuiditas di pasar diperkirakan juga akan lebih baik seiring rencana the Fed mengurangi laju quantitative tightening.
Ia menjelaskan, kebijakan akomodatif the Fed juga diikuti oleh ECB dan Bank of England (BOE) yang mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga di 2024 dengan pasar memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga 125 bps dan BOE sebesar 75 bps.
Mahendra Siregar menerangkan, langkah normalisasi juga dilakukan oleh Bank of Japan (BOJ) yang meninggalkan era suku bunga negatif, dengan menaikkan suku bunga sebesar 10 bps, pertama dalam 8 tahun terakhir.
Di Tiongkok, rilis beberapa kinerja ekonomi seperti penjualan ritel, kenaikan impor, dan tingkat inflasi di atas ekspektasi pasar dengan kebijakan fiskal dan moneter tetap akomodatif.
Dari sisi domestik, kata Mahendra, inflasi mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan harga pangan, namun inflasi inti terjaga stabil, menghentikan tren penurunan sejak akhir 2022.
Hal ini diharapkan menjadi indikasi pemulihan permintaan ke depan.
Indikasi awal pemulihan konsumsi domestik juga terlihat dari peningkatan impor barang konsumsi yang cukup signifikan pada Februari 2024.
Kinerja sektor manufaktur juga tercatat terus membaik. Namun demikian, perlu terus
dicermati tren penurunan surplus neraca perdagangan seiring berlanjutnya kontraksi ekspor dan peningkatan kebutuhan impor.
Pasar saham domestik sampai dengan 28 Maret 2024 melanjutkan tren penguatan, dimana IHSG menguat 0,22 persen ytd ke level 7.288,81, nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp11.692 triliun atau naik 0,15 persen ytd, serta membukukan net buy sebesar Rp26,28 triliun ytd. Penguatan terjadi di antaranya di sektor bahan baku dan sektor barang konsumen primer.
Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham tercatat Rp10,98 triliun ytd.
Di pasar obligasi, jelas Mahendra, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,14 persen ytd ke level 378,88. Secara ytd, yield SBN secara umum meningkat dengan rata-rata sebesar 8,92 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp31,35 triliun ytd. Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident juga tercatat net sell sebesar Rp1,41 triliun ytd.
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 27 Maret 2024 tercatat sebesar Rp818,17 triliun (turun 0,80 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp488,73 triliun atau turun 2,54 persen ytd dan tercatat net redemption sebesar Rp29,95 triliun pada Maret 2024.
Antusiasme penghimpunan dana di pasar modal juga masih terlihat, tercatat nilai Penawaran Umum sebesar Rp48,04 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 15 emiten hingga 28 Maret 2024.
“ Sementara itu, masih terdapat 123 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp59,68 triliun,” pungkas Mahendra. (dan)